Bupati Nonaktif Banjarnegara Minta Jatah 10 Persen dari Nilai Proyek: Berikut Kesaksian Kontraktor
Sejumlah saksi menguak fakta adanya pungutan yang wajib diberikan ke bupati nonaktif Banjarnegara
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sidang kasus korupsi pengadaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Banjarnegara kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Semarang, Semarang, Jumat (4/3/2022).
Empat saksi yang merupakan kontraktor di Banjarnegara dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam sidang lanjutan tersebut.
Sejumlah saksi tersebut yaitu, Sapto Budiono Direktur CV Karya Jaya Muliya, Susmono Dwi Santoso Direktur CV Gilang Utama, Mistar Direktur PT Sutikno, serta Ugo Widianto Direktur CV Dewata Teknik.
Dalam persidangan yang digelar sekitar pukul 09.30 WIB itu, sejumlah saksi menguak fakta adanya pungutan yang wajib diberikan ke bupati nonaktif Banjarnegara pada proyek di Dinas PUPR tahun 2017-2018.
Baca juga: Kisah Pria Banjarnegara Berusia 60 Tahun Nikahi Janda Berumur 19 Tahun, Berawal dari Medsos
Tak hanya itu, keterangan sejumlah saksi juga menyebutkan, sejumlah pertemuan juga dilakukan untuk menaikkan harga setiap proyek pada Dinas PUPR Banjarnegara.
Seperti keterangan Sapto Budiono Direktur CV Karya Jaya Muliya di depan majelis hakim. Ia mengaku terdakwa kasus korupsi pengadaan pada Dinas PUPR Banjarnegara, yaitu Budhi Sarwono dan Kedy Afandi, telah menetapkan angka sebagai fee untuk setiap pengembang yang menangani proyek Dinas PUPR.
"Untuk fee yang ditetapkan oleh Budhi Sarwono di angka 10 persen dari total proyek, uang tersebut harus diserahkan ke Kedy Afandi setelah pengembangan mengerjakan proyek," ucapnya, Jumat (4/3/2022).
Baca juga: Demi Kuasai Handphone, Remaja 18 Tahun di Banjarnegara Tega Habisi Saudaranya yang Masih Bocah
Dilanjutkannya, fee tersebut secara terang-terangan disampaikan Kedy Afandi dan Budhi Sarwono dalam sejumlah pertemuan.
"Ada beberapa pertemuan pada awal 2017, selain di Rumah Makan Sari Rahayu, juga ada pertemuan di rumah pribadi Budhi Sarwono sebelum pemenang lelang proyek diumumkan," katanya.
Menurutnya dalam pertemuan, ada beberapa hal yang dibahas, selain ploting pemenang lelang, ada juga markup harga proyek di angka 20 persen.
"Siapa saja mau mengerjakan proyek sudah diploting, yang menang harus membayar fee 10 persen, dan 10 persen lainya jadi keuntungan kontraktor yang menangani proyek," ucapnya.
Baca juga: Buntut Kasus Korupsi IPDN Riau, KPK Tagih Uang Negara Rp 40,8 M ke BUMN Hutama Karya
Ia mengatakan, setidaknya 23 asosiasi kontraktor dipanggil dalam pertemuan yang digelar oleh Kedy Afandi dan Budhi Sarwono.
"Namun ada juga yang tidak setuju dengan fee 10 persen, saya yang waktu itu sebagai Ketua Gapensi Banjarnegara tidak mendapatkan proyek karena izin sudah habis, namun saya mengikuti pertemuan," ucapnya.
Adanya markup proyek 20 persen dan 10 persen untuk fee Budhi Sarwono, juga dibenarkan oleh Ugo Widianto Direktur CV Dewata Teknik.
"Saat pertemuan di Rumah Makan Sari Rahayu Kedy Afandi menyampaikan sudah melakukan markup profit proyek sebesar 20 persen, dari total tersebut, kontraktor yang mau mengerjakan diminta menyetorkan 10 persen ke Budhi Sarwono lewat Kedy," tambahnya. (*)
Berita ini telah tayang di Tribun Jateng berjudul:
Fakta Baru Kasus Korupsi Banjarnegara, Bupati Nonaktif Minta Jatah 10 Persen dari Nilai Proyek