Pukat FH UGM Sebut Banyak Dugaan Korupsi yang sudah Dilaporkan ke KPK dari Yogyakarta
DIY memang dianggap sebagai salah satu daerah maju dari sisi reformasi birokrasi dan capaian kinerjanya pun tidak main-main
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti ditetapkan menjadi tersangka kasus suap pemberian izin apartemen yang berada di Jalan Kemetiran Lor, Kota Yogyakarta .
Ia ditetapkan menjadi tersangka di Jakarta, setelah dijaring KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT), Kamis (2/6/2022).
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman mengatakan, sebenarnya tidak heran jika KPK melakukan penindakan di DI Yogyakarta.
DIY memang dianggap sebagai salah satu daerah maju dari sisi reformasi birokrasi dan capaian kinerjanya pun tidak main-main.
Apalagi, Kota Yogyakarta sudah berulangkali mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Capaian kinerja seperti itu belum menjamin kota ini bersih dari korupsi. Dugaan korupsi di Yogyakarta kan sudah ada dari dulu dan sudah ada laporan yang masuk ke KPK,” katanya, Jumat (3/6/2022).
Baca juga: Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Hanya Tertunduk Saat Hendak Ditahan KPK
Dia mengungkapkan, sudah tidak menjadi hal yang mengherankan apabila ada OTT pejabat di Yogyakarta sebab memang banyak kasus dugaan korupsi yang sudah dilaporkan ke KPK dari Yogyakarta.
Zaenur juga menjelaskan, ada beberapa pola korupsi di tingkat daerah yang sudah banyak terbaca modus dan alurnya.
“Pertama ya, modus suap dalam perizinan. Untuk dapat izin tertentu, pemohon izin bakal memberikan sejumlah uang pejabat daerah agar izinnya segera keluar,” paparnya.
Tidak heran, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP), NH juga ditetapkan menjadi tersangka.
“Modus kedua, terkait pengadaan barang dan jasa.
Paket pengadaan barang dan jasa dijual ke penyedia namun harus memberikan cashback dalam bentuk suap atau gratifikasi,” terangnya.
Sedangkan, modus ketiga adalah pengisian jabatan di daerah.
Untuk bisa menduduki jabatan, maka pelaku memberikan suap kepada pejabat daerah.
“Bisa juga, kasus korupsi bisa tejadi bila ada sebuah pemberian sebagai kelanjutan dari perbuatan yang sebelumnya atau pemberian sebelumnya.
Pemberian bisa dilakukan dan berlanjut meski pejabat sudah selesai menjabat,” tambahnya. ( Tribunjogja.com )
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Haryadi Suyuti Tersangka Kasus Suap IMB, Pukat UGM: Sering WTP Bukan Berarti Bersih dari Korupsi