Denin Setor Rp 13 Juta Demi Bekerja di Malaysia, Kapal yang Ditumpangi Tenggelam, 6 Rekannya Hilang
Denin sudah membayar uang senilai Rp 13 juta rupiah agar bisa diberangkatkan ke Malaysia. Namun kapalnya tenggelam dan 6 temannya hilang.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Pupus sudah harapan Denin (21) untuk bekerja di Malaysia setelah kapal yang ditumpangi bersama 29 rekan lainya tenggelam di perairan Nongsa Batam, sepekan lalu.
Beruntung Denin berhasil diselamatkan bersama dengan 22 teman lainnya.
Sementara satu orang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
Enam lainnya hingga Kamis (23/6/2022) kemarin bahkan belum juga ditemukan.
Calon PMI ilegal asal Lombok NTT ini mengaku sudah membayar uang senilai Rp 13 juta rupiah agar bisa diberangkatkan ke Malaysia.
Baca juga: Tujuh Hari Pencarian, 6 PMI Korban Kapal Tenggelam di Perairan Nongsa Batam Belum Ditemukan
Namun apa daya, Denin mengaku dirinya dan rekan lainnya diperlakukan tidak manusiawi saat hendak diberangkatkan ke Malaysia.
Perlakuan tak manusiawi ini mereka terima selama proses keberangkatan PMI sejak dari kampung halamannya di Lombok hingga perjalanan menuju Malaysia.
Denin adalah salah satu dari 30 calon PMI korban kapal tenggelam di perairan Nongsa Batam.
Sebelumnya kapal pengangkut 30 Pekerja Migran Indonesia (PMI) tenggelam di perairan Pulau Putri, Nongsa, Batam, Kamis (16/6/2022) malam.
Sebanyak 23 orang berhasil diselamatkan.
Satu orang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia dan enam lainnya hilang di laut dan hingga Kamis (23/6/2022) enam belum ditemukan.
Saat ditemui TRIBUNBATAM.id di Shelter BP2MI Batam, Rabu (22/6/2022), Denin menceritakan kisah pilunya.
Menurut Denin, dia dan 29 teman lainnya harus berdesakan di dalam kapal yang seharusnya hanya bisa membawa 15 penumpang tapi diisi dengan jumlah penumpang 30 orang.
"Kami disuruh cepat masuk ke dalam kapal, disuruh merunduk, membungkuk, tidak ada jarak di antara kami, semua saling berdesak-desakan dalam kapal," ujar Denin menceritakan kondisi sebelum berangkat ke Malaysia.
Baca juga: Otoritas Singapura Temukan Satu Mayat Laki-Laki Calon PMI, Diketahui Warga Lombok Tengah
Selain tak manusiawi karena harus berdesakan, Denin menyebut, rombongan PMI juga diperlakukan mirip pelaku kejahatan oleh tekong TKI.
Denin mengisahkan, kejadian pahit dalam hidupnya itu bermula saat mereka tertarik untuk bekerja di Negeri Jiran, Malaysia.
"Kami dijanjikan akan bekerja di Malaysia dan mendapat upah. Nah, kami pun diminta untuk membayar uang, katanya untuk biaya transportasi dan pengurusan sampai ke Malaysia," kata Denin.
Akhirnya, rombongan itu berangkat dari Lombok ke Batam.
Hanya saja, sampai di Batam, rombongan tersebut tidak diberi kontak yang bisa dihubungi saat tiba di Batam.
Agen tersebut hanya mengatakan kalau sudah ada yang menjemput di Bandara Hang Nadim Batam.
"Kami berangkat dari Lombok siang, transit di Jakarta baru lanjut ke Batam. Sampai di Batam, kan malam. Ada yang jemput, jadi langsung masuk ke mobil dan dibawa ke penampungan. Penampungan ini kami nggak tahu dimana, sebab kami sampai malam, gelap," ujar Denin.
Selama dua hari berada di penampungan, calon PMI tersebut tidak boleh keluar rumah.
Alasannya, karena harus menunggu calon PMI yang lain tiba.
Akhirnya, pada Jumat (16/6/2022) malam sekira 19.30 WIB kami diangkut pakai mobil pribadi langsung dibawa ke tepi laut.
"Saya nggak tahu itu dimana. Tapi banyak pohon kelapa dan langsung pinggir laut. Disitu hanya ada dua orang laki-laki, tekong dan ABK kapal yang kami jumpai," kata Denin.
Pas diturunkan dari mobil, satu rombongan Denin semua berjumlah 8 orang. Termasuk salah satu korban yang ditemukan meninggal dunia oleh Otoritas Singapura.
Baca juga: Insiden Kapal Tenggelam di Batam, 23 Pekerja Migran Indonesia asal NTB Selamat, 7 Lainnya Hilang
"Kami langsung disuruh cepat-cepat masuk kapal. Suruh baris rapat dan menundukkan kepala," kata Denin.
Hanya saja, setelah berlayar kurang lebih 30 menit, kapal yang mereka tumpangi mati mesin.
Di tengah laut yang gelap gulita, gelombang disertai angin kencang pun menghantam kapal.
Menurut Denin, saat malam kejadian itu, rombongan calon PMI sudah histeris meminta tolong.
Hanya saja, dengan kondisi yang gelap gulita, hanya ada lautan dan angin kencang.
"Kapal kami mulai dihantam ombak kuat hingga terbalik. Saat itu, saya hanya ingat anak dan istri. Berdzikir juga. Kapal pun akhirnya terbalik. Nggak terungkapkan lah kejadian itu," kata Denin.
Jika mengingat kejadian malam itu, Denin merasa tak kuat menahan kepiluan hatinya.
"Kejam lah. Sudah keluar duit, malahan seperti ini yang terjadi. Alhamdullillah masih dapat selamat, masih bisa ketemu anak dan istri nanti setelah pulang," kata Denin dengan mata berkaca-kaca.
Dia menyebut, untuk bisa berangkat menjadi PMI ke Malaysia Denin mengaku telah mengeluarkan uang sebesar Rp 13 juta.
Uang tersebut telah ia bayar lunas pada agen penampung PMI di kampung halamannya bernama Tori.
"Saya langsung bayar cash itu. Kami, PMI bervariasi bayarnya. Ada yang bayar Rp 13 juta, ada yang Rp 8,8 juta dan ada juga yang Rp 6 juta, tergantung agen penampungnya," ujar Denin.
Denin mengaku uang yang ia gunakan membayar kepada agen penampung merupakan tabungan istrinya.
"Itu tabungan istri. Saya janji, nanti setelah kerja di Malaysia akan saya ganti. Namun ketimpa musibah begini, kemana saya harus meminta ganti?” ujar Denin menyesali peristiwa yang terjadi.
Menurut Denin, banyak warga dari Lombok tergiur untuk bekerja di Malaysia lantaran minimnya lapangan pekerjaan di kampung halaman.
"Di kampung paling bercocok tanam, tanam sayur. Palawija gitulah. Ditambah lagi banyak warga kami di Lombok yang kerja di Malaysia, makanya jadi tergiur ke sana, karena gajinya lumayan besar bisa bangun rumah," kata Denin.
Namun dengan adanya peristiwa ini, Denin mengaku ke depannya lebih memilih tinggal dan bercocok tanam di kampung halaman.
"Sudah lah. Kalau lewat jalur begini, bagus di kampung saja tanam sayur. Tapi kalau jalur resmi saya mau," tutur Denin. (TRIBUNBATAM.id/Beres Lumbantobing)
Artikel ini telah tayang di TribunBatam.id dengan judul Habiskan Rp 13 Juta Demi Bekerja di Malaysia, Denin : Kami Diperlakukan tak Manusiawi