Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Tukang Becak di Solo, Meski Menabung Uang Receh, Tak Pernah Telat Bayar Iuran Bulanan JKN-KIS

Pengayuh becak bernama Subagyo membayar iuran BPJS lewat menabung uang kecil atau receh dari penghasilan setiap harinya.

Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Kisah Tukang Becak di Solo, Meski Menabung Uang Receh, Tak Pernah Telat Bayar Iuran Bulanan JKN-KIS
TribunSolo.com/Asep Abdullah Rowi
Subagyo menunjukkan kartu JKN-KIS yang setiap saat ada di dompetnya usai mengayuh becak di Jalan Honggowongso, Kota Solo, Kamis (25/8/2022) malam. Cara dia membayar iuran cukup unik karena menabung uang kecil atau receh dari penghasilan setiap harinya. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Asep Abdullah Rowi

TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Sabagyo tak pernah mengeluh meski hari-harinya berat.

Setiap hari, pria 57 tahun itu harus mengayuh becah hingga sejauh berkilo-kilo meter.

Saat malam, menjadikan bagian depan ruko yang tutup menyandarkan tubuhnya, tapi dia sering terlelap di dalam becaknya.

"Sudah 34 tahun kayuh becak," celetuk Subagyo di Jalan Honggowongso, Kota Solo saat ditemui TribunSolo.com, Kamis (25/8/2022) malam.

Ya, pria 57 tahun adalah satu dari sekian banyak tukang becak yang masih bertahan di era gempuran kendaraan pribadi dan ojol.

Suami dari Sumarni (55) itu merupakan perantauan dari Kabupaten Magetan, Jawa Timur sejak 1998 tahun silam.

Berita Rekomendasi

Dia tulang punggung keluarga, sementara istri mencari tambahan dengan memelihara beberapa ayam.

"Pulang ke rumah Magetan sembilan hari sepindah (sekali), ngantar duit hasil becak kagem (buat) keluarga dan keperluan anak," aku dia pakai bahasa campuran.

Meski hidup pas-pasan, Subagyo akhirnya pada tahun 2020 memutuskan jadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas 3.

Dia baru sadar jika kesehatannya dan sang istri sangatlah penting.

Mengingat Pak Bagyo, sapaan akrabnya, selama ini harus berteman dengan dingin, karena saat langit gelap, becaknya disulap jadi tempat tinggal.

Bahkan, tubuhnya hanya dilindungi jaket, kaus kaki, dan sarung saja.

Kondisi itu jauh berbeda dengan orang kebanyakan yang masih bisa menikmati empuknya kasur dan kehangatan di rumah usai pulang kerja.

Tapi bagi dia, mau tidak mau harus seperti itu agar pendapatan utuh untuk keluarganya.

"Kenapa buat JKN-KIS ya untuk jaga-jaga, karena saya hidup di jalanan, tapi istri yang tak pernah sakit juga saya buatkan," aku dia.

Terlebih dia pernah mengalami, sebelum punya 'kartu sakti' itu, dia harus merogoh kocek banyak saat kondisi keuangan seret akibat pandemi Covid-19.

Dia harus mengeluarkan Rp300 ribu usai periksa dan tebus obat.

"Dari situ saya dan istri berpikir, sebelumnya juga diberi tahu tetangga 'mbok gawe BPJS wae' (ya buat BPJS saja) yang Kelas 3 'kan terjangkau," jelas dia.

Sisihkan Penghasilan Harian

Ternyata cara Pak Bagyo patut diacungi jempol, agar bisa membayar iuran setiap bulan, dia menabung dari uang recehan koin Rp1.000 hingga Rp2.000 per hari.

Namun, jika hari itu dapat banyak penumpang, ia bisa menabung Rp5.000.

"Receh-receh ada seribuan hingga lima ribu rupiah. Niku wajib tak celengi istilahe ben saget bayare (itu wajib ditabung istilahnya biar bisa bayarnya)," kata dia.

“Bisa, saya buktikan dua tahun ini 'kan,” akunya.

Hanya saja, menarik becak di tengah gempuran kendaraan pribadi dan ojol, tak mudah.

Dulu kata Pak Bagyo, mendapat Rp20.000 per hari adalah kebanggaan.

Karena dari becaklah dia bisa menghidupi dirinya, istri, biaya sekolah dua anaknya sampai lulus, hingga keperluan lain.

Kini itu tinggal cerita, sehingga kayuhan becak hanya untuk bertahan hidup.

"Sekarang disyukuri, meski kadang gak dapat penumpang, kalau dapat Rp50.000-Rp100.000 sudah bagus," aku dia.

Dia menceritakan, dua tahun jadi peserta JKN-KIS merasa tak terbebani, karena dengan menabung sedikit demi sedikit meringankan.

Bahkan jadi peserta justru dikarunia kesehatan terus.

"Gak, gak terasa berat karena nabung jadinya ringan," aku dia.

Terlebih lanjut Pak Bagyo mengaku tak pernah telat membayar iuran meski dua tahun jadi peserta JKN-KIS.

"Pantang telat bayar iuran, saya usahakan tepat waktu. Saya jadwal kalau bayar tanggal 1-6 setiap bulannya," paparnya.

“Jika gak punya duit, bilang anak untuk tolong bayarkan,” kata dia.

Tukang becak lain, Widodo (48) asal Pasar Kliwon menuturkan, keluarganya menerima manfaat JKN-KIS.

Widodo pernah merasa menjadi orang beruntung, karena saat mengurus sang ibu di-cover oleh negara.

“Mondok di RS seminggu itu hampir Rp2 juta, padahal saat itu gak pegang uang," akunya.

"Tapi ditolong JKN-KIS, gak bayar alias gratis tis," tutur dia.

Tak hanya merasakan manfaat itu, saat di rumah sakit lanjut dia, pasien BPJS Kesehatan dan keluarga dilayani dengan baik tanpa membenda-bedakan.

"Matur nuwun (terima kasih) Pak Jokowi, wong cilik (orang kecil) seperti kami dijamin kesehatannya," harap dia.

Selama enam tahun mengayuh becak, dia terkadang dapat uang, tapi pernah tak dapat penumpang.

Bahkan, sampai benar-benar ditunggu sampai larut malam.

"Tuggu sampai jam 2, jam 3 pagi biasa, sampai tertidur di becak, ya 'kan agar pulang ke rumah ada yang dibawa (uang) untuk keluarga," tuturnya.

"Kadang 20 ribu, kadang ya 50 ribu rupiah, tapi tak tentu," jelas dia.

Menurut Kepala Cabang BPJS Kesehatan Surakarta, Yessi Kumalasari, membiasakan membayar iuran tepat waktu seperti pak becak, adalah contoh.

Pasalnya, memahami konsep gotong royong yang merupakan nilai dari JKN-KIS.

"Jadi yang sehat membantu yang sakit melalui iuran ruti, itulah gotong royong," ungkapnya.

Dia menerangkan, selama ini sosialisasi menyasar kepada peserta untuk mengimbau membayar iuran tepat waktu hingga yang belum terdaftar.

"Sosialisasi never ending process, tak sendiri tapi kolaborasi dengan Pemkot Solo," terang dia.

Menurut dia, di mana kolaborasi apik bersama lembaga pemerintahan itu mempunyai harapan, guna memastikan seluruh warga Kota Bengawan terlindungi JKN-KIS.

"Pemkot support jaminan kesehatan nasional ini, misalnya Pemkot kirim surat kepada seluruh kelurahan untuk pastikan warga daftarnya JKN-KIS," aku dia.

Alhasil kata dia, Universal Health Coverage (UHC) terus meningkat dari waktu ke waktu.

UHC di Solo per Agustus 2022 kata dia menembus angka 96,48 persen yang artinya meningkat 0,3 persen daripada Juli 2022 sebesar 96,18 persen.

Yessi melanjutkan, dari total penduduk Solo 578.906 jiwa, di antaranya 558.531 jiwa sudah terdaftar.

Dari jumlah itu, 181.157 jiwa terdaftar PBI APBN, kemudian 173.147 jiwa masuk PPU, 107.460 jiwa PBI APBD, 78.820 jiwa PBPU dan 17.947 jiwa kategori BP. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas