Oknum Guru Cabuli dan Jadi Mucikari Anak di Bengkulu, Yayasan PUPA: Hukumannya Harus Lebih Berat
Seharusnya pelaku yang merupakan Guru itu harus menjadi teladan dan pelindung anak, ini malah menjadi orang yang menjual anak di bawah umur
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, REJANG LEBONG - Yayasan PUPA (Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak) Bengkulu, angkat bicara soal kasus perdagangan anak di bawah umur di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.
Sebelumnya, dalam kasus ini seorang oknum sekolah dasar (SD) berinisial SA (54) warga Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejang Lebong.
Dua oknum guru itu tega menjual seorang anak di bawah umur yang masih berusia 12 tahun.
Parahnya lagi korban juga sempat dipakai oleh pelaku.
"Alasan pelaku menjadi mucikari karena mantan istri menikah kembali, hal itu tidak dibenarkan," ujar Direktur Yayasan PUPA Bengkulu, Susi Handayani saat dihubungi TribunBengkulu.com (Tribun Network), pada Sabtu (17/9/2022)
Ditegaskan tindakkan pelaku tersebut merupakan tindakkan memperjual belikan anak, dan tindakan kekerasan terhadap anak.
Terlebih lagi, pelaku merupakan seorang guru sekolah dasar, pelaku bisa saja dihukum lebih berat.
Seharusnya pelaku yang merupakan Guru itu harus menjadi teladan dan pelindung anak, ini malah menjadi orang yang menjual anak di bawah umur, untuk tujuan seksual.
"Jika pelaku disangkakan Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), maka hukumannya lebih berat, karena pelaku merupakan guru," tuturnya.
Menurut Susi, proses hukumnya harus segera cepat diselesaikan, dan hukuman untuk pelaku harus sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Terlebih lagi pengakuan pelaku, korban sendiri yang menawarkan diri untuk dijual, menurut pihaknya hal itu tak bisa dipertanggungjawabkan, karena anak di usia 12 tahun kebawah tak bisa membuat keputusan.
Iqbal Bastari: Pelaku Tak Pantas Disebut Guru
Dewan Pendidikan Provinsi Bengkulu, Iqbal Bastari turut menanggapi peristiwa oknum guru sekolah dasar (SD) yang tega menjual anak berusia 12 Tahun.
Menurut Iqbal, oknum guru seperti itu tak bisa dibilang sebagai guru, karena guru merupakan sosok orang yang bisa diteladani.