Dua Korban Kasus Penyimpangan Seksual Sesama Jenis di Universitas Tidar Magelang Trauma
Kasus penyimpangan seksual sesama jenis itu dilakukan anggota BEM KM Untidar Magelang berinisial ME hingga melakukan pemberhentian secara tidak hormat
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting
TRIBUNJOGJA COM, MAGELANG - Kasus penyimpangan seksual sesama jenis dilaporkan terjadi di Universitas Tidar (Untidar) Magelang setelah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Tidar (Untidar) Magelang menyampaikan pernyataan melalui akun resminya, @bemkmtidar.
Kasus penyimpangan seksual sesama jenis itu dilakukan anggota BEM KM Untidar Magelang berinisial ME sehingga melakukan pemberhentian secara tidak hormat kepada ME.
Tindakan menyimpang itu dilakukan ME terhadap dua mahasiswa yang sedang mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM).
Dari postingan BEM KM Untidar itu, dijelaskan penyimpangan seksual sesama jenis itu dilakukan pelaku secara sadar ketika korbannya sedang tidur, 19 Agustus 2022 lalu.
Postingan itupun menarik banyak perhatian pengguna media sosial, postingan itu terpantau sudah dibanjiri ratusan komentar.
Ketua BEM KM Untidar Magelang, Teddy Firmansyah menjelaskan terkait kronologi dari adanya postingan tersebut.
Baca juga: VIDEO Tersulut Emosi & Amarah Karena Peristiwa di Magelang, Ferdy Sambo: Sangat Hancurkan Hati Saya
Ia menyebut, peristiwa itu bermula pada sekitar bulan Agustus 2022 lalu.
Saat itu, korban dijemput pelaku dari bandara untuk dicarikan tempat tinggal, karena akan melakukan perkuliahan di Untidar Magelang selama 1 semester.
"Kejadiannya di salah satu tempat yang tidak bisa saya sebutkan, pada saat dini hari. Kemudian, pelaku melakukan kekerasan seksual yang termasuk pelecehan seksual. Kemudian dari Forkes (Forum Kesetaraan) BEM KM, menindaklanjuti, memproses, berdiskusi dan menanyakan, mengumpulkan info terkait kejadian hal ini. Dan pada saat, kami bertemu dengan pelaku dengan fakultas terkait, elemen-elemen yg terkait di Universitas Tidar, lalu kami menyepakati bersama untuk pelaku ini dari instansi BEM KM mengeluarkan kebijakan diberhentikan secara tidak hormat," tuturnya saat ditemui wartawan pada Rabu (05/10/2022).
Ia menambahkan, awalnya korban hanya mengadukan ke pihak universitas dan sudah diselesaikan secara baik-baik namun, korban melaporkan kembali kepada Forum Kesetaraan (Forkes) yang dinaungi BEM KM.
"Korban ini melapor juga ke himpunan fakultas sampai ke BEM KM. Maka dari itu, kami mengambil tindakan lewat Forum Kesetaraan di BEM KM untuk memproses hal-hal diranah kekerasan seksual," imbuhnya.
Ia menduga, pelaporan kembali kasus kekerasan seksual kepada Forkes karena adanya unsur traumatik yang dirasakan korban.
Sehingga, terjadi pelaporan kembali.
"Menurut saya , (pelaporan) karena trauma. Trauma dalam artian mungkin pada saat itu (korban) dalam keadaan tertekan ibaratnya pasrah pada saat itu. Ada surat pernyataan dibuat sudah selesai , sudah. Tapi kan, kita nggak tahu lima hari ke depan, seminggu ke depan karena kadang kejadian sekarang justru traumanya minggu depan," ujarnya.
Ia menambahkan, dipostingnya kasus tersebut secara publik untuk memberikan efek jera kepada pelaku.
Karena sebenarnya terkait keresahan ini juga bukan semata-mata muncul dari BEM KM, tapi dari teman-teman elemen yang ada di Universitas Tidar.
"Teman-teman menginginkan sikap tegas dari BEM KM terkait penanganan kasus ini,"terangnya.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Untidar Magelang, Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si, turut membenarkan adanya kasus tersebut.
Namun, dirinya beranggapan bahwa kasus tersebut bukan kekerasan seksual melainkan penyimpangan seksual.
Baca juga: Penyimpangan Seksual LSL Faktor Utama Penyebab Peningkatan Kasus HIV/AIDS di Kotawaringin Timur
"Kalau sampai istilahnya kekerasan seksual nggak ada. Mungkin ada penyimpangan, ada. Artinya, ada kasus ketidaknyamanan kepada mahasiswa pertukaran pelajar dari Universitas Syiahkuala dan Universitas Mulawarman yang datang ke sini. Mereka dijemput atas nama BEM oleh pelaku untuk mencari kosan-kosan. Namun, mereka mendapatkan perlakuan yang tidak nyaman,"terangnya.
Ia mengatakan, menanggapi kasus ini pihaknya pun sudah membawa korban ke psikolog untuk mengobati rasa traumatik dan melakukan tindakan perlindungan kepada korban yang meminta agar tidak satu kelas dengan pelaku.
"Dua mahasiswa ini sudah dibawa ke psikolog, sudah diperiksakan, hasilnya traumanya tidak terlalu berat. Sudah bisa beraktivitas untuk korban dan meminta supaya tidak ketemu satu kelas dengan pelaku, sudah kami lakukan,"ungkapnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga berencana akan membentuk tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
Hal itu untuk mengkoordinir dan mewadahi apabila kasus kekerasan seksual terjadi di ranah kampus.
"Ke depan ini akan jadi pekerjaanya Satgas PPKS. Karena SK baru turun tanggal 27 September lalu. Ini awal Oktober sampai 20-an Oktober masih UTS, jadi Satgas belum sempat berkoordinasi. Mungkin di akhir tahun ini baru menyusun konsep kerjanya bagaimana. Karena, akhir tahun belum punya anggaran untuk menangani ini kan butuh anggaran yang banyak,"ungkapnya.
Sehingga, nantinya apabila sudah disahkannya Satgas PPKS, maka pemberian sanksi kepada pelaku akan merujuk pada RUU PKS.
"Untuk saat ini, sanksi kepada pelaku sebatas pemberhentian dari organisasi, untuk mengeluarkan belum bisa karena belum ada aturannya. Itu, akan menjadi kewenangan nantinya bagi Satgas PPKS karena sudah ada SK-nya. Cuma belum mulai kalau nanti saya melakukan (tindakan) sendiri nanti menyalahi (aturan),"urainya. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Kronologi Kasus Penyimpangan Seksual Sesama Jenis di Untidar Magelang, Pihak Kampus Buka Suara