Semangat Saling Bantu KBA Solo: Bangkit dari Pandemi, Berjuang Demi Lestarikan Wayang Kulit
Kisah KBA Solo Dukuh Butuh, Desa Sidowarno, Kabupaten Klaten bangkit dari pandemi Covid-19 dan kini memiliki misi melestarikan wayang kulit.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - "Dibanding saat krisis moneter tahun 1998, efek pandemi Covid-19 jauh lebih dahsyat."
Ucapan tersebut keluar dari Joko Sulasno sembari kedua tangannya menatah wayang kulit berukuran 50 cm di atas pandukan (alas berbahan kayu sawo).
Tangan kanannya memegang ganden kayu (semacam palu) yang dipukulkan pada alat tatah berbahan besi di tangan kiri.
Sesekali Joko mengganti alat tatah dengan ukuran yang disesuaikan pada ukiran wayang kulit bertokoh Hanoman itu.
Di sela-sela aktivitasnya menatah wayang kulit, matanya menerawang seakan mengingat kembali saat pandemi melanda.
Dengan suara berat, warga Dukuh Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah itu pun melanjutkan ucapannya.
"Empat puluh tahun saya menekuni pekerjaan ini dan pandemi kemarin, betul-betul menjadi masa terberat saya."
"Kalau pas krisis moneter, dalang masih bisa tampil, jadi masih ada permintaan untuk membuat wayang kulit."
"Sementara saat pandemi, siapa yang mau tampil? Segala aktivitas yang mengundang kerumunan sudah pasti dilarang, termasuk mendalang."
"Jadi ya sepi bahkan tidak ada pesanan untuk membuat wayang kulit," kata dia kepada Tribunnews.com, Sabtu (10/12/2022).
Praktis saat awal pandemi, kegiatan menatah wayang kulit yang biasa dilakukan Joko di teras rumah, berhenti total.
Tak terdengar lagi suara khas saat ganden kayu beradu alat tatah atau suara gesekan besi yang biasa dipakai untuk menindih wayang kulit agar tak bergeser saat ditatah.
Agar dapurnya tetap mengebul, pria yang kerap tampil dalam pertunjukan wayang orang ini, membantu sang istri menjahit.