Semangat Saling Bantu KBA Solo: Bangkit dari Pandemi, Berjuang Demi Lestarikan Wayang Kulit
Kisah KBA Solo Dukuh Butuh, Desa Sidowarno, Kabupaten Klaten bangkit dari pandemi Covid-19 dan kini memiliki misi melestarikan wayang kulit.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Mulai dari pengolahan bahan dasar wayang kulit yang berasal dari kulit kerbau, pembuatan pola, menatah, hingga pewarnaan.
Pasalnya, setiap proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan hingga satu bulan.
"Untuk pengolahan bahan kulit kerbau, ada Pak Hasan. Dia adalah satu-satunya orang di Dukuh Butuh yang pekerjaannya mengerok kulit kerbau yang sudah direndam dan dijemur," ujar Mamik.
Dari Hasan, lembaran kulit kerbau kering tersebut kemudian berpindah tangan kepada para perajin.
Mereka akan membuat pola tokoh wayang yang dikehendaki baik dengan menggambar secara langsung maupun menjiplak.
Selesai digambar, barulah proses tatah dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Untuk menatah satu tokoh wayang kulit, lanjut Mamik, membutuhkan waktu sekira satu atau dua hari tergantung tingkat kesulitannya.
Paling lama, bisa mencapai satu minggu khusus gunungan wayang kulit.
Setelah proses tatah selesai, wayang kulit akan diserahkan kepada perajin lain untuk dilakukan pewarnaan.
Dari sekian langkah-langkah pembuatan wayang kulit, maka proses inilah yang memakan waktu paling lama.
Pewarnaan satu tokoh wayang kulit bisa membutuhkan waktu sekira seminggu.
"Kecuali pengolahan bahan dasar, proses pembuatan wayang kulit mulai dari menatah hingga mewarnai sebenarnya bisa diayahi (dikerjakan) sendiri, tapi nggak akan nyandak (cukup waktunya)," kata Mamik.
Setelah semua proses diselesaikan, wayang kulit siap dikirim kepada pemesan.
Mamik yang juga perajin mengaku mayoritas pemesan dan pembeli wayang kulit buatan perajin Dukuh Butuh adalah para dalang.