Menaker: 2,8 Juta Pengangguran di Indonesia Mengalami 'Hopeless of Job'
Ida mengatakan dari total 8,4 juta orang pengangguran, sebanyak 2,8 juta atau 33,45 persen mengalami hopeless of job.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebut salah satu tantangan dalam penurunan pengangguran di Indonesia adalah pengangguran yang mengalami hopeless of job atau pengangguran yang merasa tak mungkin memperoleh pekerjaan.
Ida mengatakan dari total 8,4 juta orang pengangguran, sebanyak 2,8 juta atau 33,45 persen mengalami hopeless of job.
Baca juga: Tekan Angka pengangguran, Disnakertrans Kabupaten Serang Berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan
Dari 2,8 juta orang pengangguran yang mengalami situasi hopeless of job tersebut, sekitar 76,90 persen berpendidikan rendah (lulusan SMP ke bawah).
Hal ini disampaikan Menaker saat menjadi narasumber dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda) bertema 'Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Pengurangan Angka Pengangguran' di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1/2023).
"Jadi karena tingkat pendidikan rendah, mereka tak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Ini mengindikasikan tingkat pendidikan mereka tak mampu menyiapkan mereka memasuki pasar kerja, baik pendidikan yang rendah maupun kompetensi mereka," kata Ida Fauziyah.
Ida menegaskan tantangan kedua dalam penurunan pengangguran adalah tekanan untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor formal.
Tantangan ketiga adanya nilai budaya kerja baru, sebab generasi Y dan Z membawa nilai-nilai kerja baru.
Baca juga: Menaker dan Komisi IX DPR Rapat Tertutup Soal Perppu Cipta Kerja Selama 4 Jam, Ini yang Dibahas
"Generasi Y dan Z yang masuk dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja baru. Misalnya nilai work-life-balance, pekerjaan yang bermakna dan worktainment, " kata Ida Fauziyah.
Tantangan keempat lanjut Ida Fauziyah, yakni risiko mismatched (ketidaksesuaian antara supply and demand) akibat digitalisasi.
"Digitalisasi mendorong perubahan permintaan keterampilan kerja, pola hubungan kerja, serta waktu dan tempat bekerja yang semakin fleksibel, " ujarnya.
Baca juga: Menteri Ketenagakerjaan: Pengangguran di Indonesia Tingkat Pendidikannya SMA/SMK hingga Sarjana
Ida Fauziyah menambahkan kunci untuk mengatasi pengangguran di pasar kerja yakni menciptakan pasar tenaga kerja yang inklusif.
"Kemnaker telah membuat kebijakan Active Labour Market Policy (AMLP) untuk menciptakan pasar kerja yang inklusif dan penurunan pengangguran, " ujarnya.