Dokter Setor Rp 240 Juta Setelah Cucu Masuk Kedokteran Unila, Uang Titipan Dibelikan Emas 1,4 Kg
Dokter anak Ruskandimembenarkan jika seorang cucunya masuk Fakultas Kedokteran (FK) Unila di tahun 2022
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG- Dokter anak Ruskandi mengaku menyerahkan uang Rp 240 juta setelah cucunya dinyatakan masuk Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Unila).
Keterangan tersebut disampaikan dr Ruskandi saat bersaksi tiga terdakwa yang merupakan mantan pejabat Unila, yakni Prof Karomani, Prof Heryandi, dan Muhammad Basri di Pengadilan Negeri Tipiko, Selasa (14/2/2023).
Baca juga: KPK Eksekusi Penyuap Rektor Unila ke Lapas Bandar Lampung
Ada enam orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang lanjutan kasus suap penerimaan mahasiswa baru Unila yang digelar hari ini.
Saat menjawab pertanyaan JPU KPK, dokter anak Ruskandi mengaku dirinya pernah diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah itu.
Dirinya juga membenarkan jika seorang cucunya masuk Fakultas Kedokteran (FK) Unila di tahun 2022.
Menurut Ruskandi, sang cucuk masuk FK Unila melalui jalur SBMPTN.
Dalam keterangannya saat menjawab pertanyaan JPU KPK, Ruskandi juga menegaskan jika dirinya tidak pernah menghubungi siapa pun dalam proses kelulusan sang cucu masuk FK Unila.
JPU KPK sempat menanyakan kepada dirinya tentang Budi Sutomo.
Baca juga: Mantan Rektor Universitas Riau Akui Titip 111 Mahasiswa ke Unila: 92 Orang Diterima
Namun, dokter anak Ruskandi mengaku pada awalnya tidak mengenalinya.
Ia baru mengenal Budi Sutomo saat menyumbang gedung gedung LNC yang dikelola yayasan Karomani untuk umat.
Ruskandi mengungkapkan, dirinya didatangi oleh Budi Sutomo dan menanyakan apakah dirinya akan menyumbang ke gedung LNC.
“Budi Sutomo itu datang ke tempat praktik saya,” ucap Ruskandi.
Saat JPU KPK menanyakan apakah ada inisiatif dari Budi Sutomo.
Ruskandi menjawab, Budi Sutomo disuruh oleh Karomani untuk mendatanginya menanyakan perihal sumbangan.
Selanjutnya, saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan menyanyakan apakah sebelum tes UTBK SBMPTN, dirinya pernah datang ke Karomani.
Baca juga: Banyak Pejabat Titip Mahasiswa Masuk Unila, KPK Bilang Begini
Ruskandi pun menjawab jika dirinya pernah menemui Karomani.
Dokter anak Ruskandi kembali menegaskan dirinya tidak pernah dihubungi oleh terdakwa Karomani pada saat pengumuman hasil kelulusan UTBK SBMPTN.
Saat JPU menanyakan berapa jumlah uang yang diberikan untuk sumbangan.
Ruskandi mengatakan, dirinya menyerahkan uang sesuai proposal Rp 240 juta.
Uang itu diberikannya secara tunai ke Budi Sutomo, dan pemberian dilakukan setelah pengumuman kelulusanUTBK SBMPTN di FK Unila.
Selain dokter Ruskandi, JPU KPK juga menghadirkan saksi lainnya.
Diantaranya, Tugiyono selaku Kaprodi Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Unila.
Lalu, Evi Daryanti, PNS di Dinas PUPR Pemkab Tulangbawang dan dosen di Fakultas Kedokteran Unila.
Beli emas 1,4 Kg
Uang "infak" atau titipan calon mahasiswa Universitas Lampung (Unila) sebesar Rp 2,2 miliar dibelanjakan emas menutupi jejak suap.
Uang tersebut juga dibelanjakan emas agar mudah dicairkan.
Baca juga: Rektor Untirta Titip Anak Kerabat Agar Masuk FK Unila, Minta Istri Kembalikan Rp 150 Juta Karena OTT
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Humas Budi Sutomo saat menjadi saksi kasus suap mantan Rektor Unila Karomani di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Lampung, Selasa (14/2/2023).
"'Ini brankas penuh, Pak'," kata Budi menirukan perkataannya kepada terdakwa Karomani dikutip dari Kompas.com.
Budi mengatakan, terdakwa Karomani ketika itu langsung menyuruhnya membelanjakan uang tersebut menjadi logam mulia.
"Itu beli emas batangan biar mudah mencairkan dan tidak berkurang," kata Budi.
Di hadapan majelis hakim, Budi mengakui uang di dalam brankas itu adalah uang yang diambilnya dari sejumlah orangtua calon mahasiswa yang menitip agar anaknya diluluskan di Fakultas Kedokteran (FK) Unila.
Di antaranya, Asep Sukohar (Rp 250 juta dan Rp 400 juta), Evi Daryanti (Rp 150 juta), Evi Kurniawati (Rp 100), Ema (Rp 200 juta), dan Mardiana (Rp 100 juta).
Kemudian Tugiyono (Rp 250 juta), Herman HN (Rp 250 juta), dr Ruskandi (Rp 250 juta), dan Nyoman (Rp 250 juta).
Budi menceritakan bahwa Karomani meminta agar uang infak itu diminta secara paksa kepada para penitip.
Budi menceritakan bahwa Karomani meminta agar uang infak itu diminta secara paksa kepada para penitip.
Baca juga: Kombes Joko Sumarno Serahkan Rp 150 Juta Kepada Mantan Rektor Unila Usai Anaknya Masuk Kedokteran
"'Orang-orang kaya itu kalau nggak dipaksa enggak bakal infak. Budi, kalau ada yang menyumbang ambil aja'," tutur Budi menirukan ucapan Karomani.
Budi lalu memerintahkan bendahara biro untuk melakukan survei. Setelah disurvei, ternyata jika membeli emas di atas Rp 500 juta akan dikenakan pajak.
Untuk mengakali pengenaan pajak itu, Budi lalu meminta pembelian emas dilakukan tiga kali dengan KTP yang berbeda, salah satunya bendahara biro.
"Pakai tiga KTP, dibagi tiga supaya enggak kena pajak," kata Budi. Total pembelian emas logam mulia itu mencapai 1,4 kilogram. Sedangkan untuk menyimpan emas-emas tersebut, Karomani memerintahkan Budi membuka deposit box di bank.
"Pakai nama saya, Yang Mulia, Pak Karomani enggak mau teken," kata Budi.
Budi mengatakan penggunaan namanya dilakukan untuk menghilangkan jejak Karomani atas emas tersebut.
"Tapi kuncinya dipegang oleh Pak Karomani," kata Budi.
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Jadi Saksi Sidang Kasus Suap di Unila, Dokter Ruskandi Akui Setor Uang Rp 240 Juta