Polisi Tak Lakukan Penahanan Terhadap Terapis yang Aniaya Anak Autis meski Jadi Tersangka
Polisi telah menetapkan terapis di Depok sebagai tersangka kasus kekerasan terhadap anan. Namun pelaku tidak ditahan dan hanya diminta wajib lapor.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Terapis sebuah rumah sakit di Depok, Jawa Barat berinisial H ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan terhadap anak.
Aksi kekerasan yang dilakukan H terhadap korban yang menderita autisme terekam dan viral di media sosial.
Dalam video tersebut, terlihat H sedang melakukan terapi terhadap korban.
Namun, cara yang dilakukan dengan kekerasan sehingga korban berteriak kesakitan.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, H tidak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor.
Kapolres Metro Depok, Kombes Ahmad Fuady menjelaskan, pelaku tidak ditahan karena ancaman hukuman penjaranya di bawah lima tahun.
Baca juga: Viral Terapis Jepit Kepala Anak Autis di Depok, Polisi Turun Tangan hingga Ridwan Kamil Bereaksi
“Saudara H telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, karena ancaman hukuman tersangka di bawah lima tahun penjara, maka tersangka tidak dilakukan penahanan dan kita kenakan wajib lapor,” jelasnya, Jumat (18/2/2023), dikutip dari TribunJakarta.com.
Lantaran usia korban masih 2 tahun 10 bulan, perbuatan pelaku memenuhi unsur Pasal 80 Jo Pasal 76 Huruf C Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
“Di mana dalam pasal tersebut setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan kekerasan terhadap anak,” paparnya.
Atas perbuatannya, pelaku terancam tiga tahun enam bulan penjara, namun polisi menetapkan untuk tidak melakukan penahanan.
“Kemudian di Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 2014, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf C, dipidana paling lama tiga tahun enam bulan atau denda Rp 72 juta,” tandasnya.
Pelaku Melanggar SOP
Kombes Pol Ahmad Fuady menjelaskan cara terapi yang dilakukan oleh H menggunakan kekerasan.
"Iya metode terapi dengan cara blocking, tetapi itu diluar SOP yang sudah ditetapkan."
"Karena menurut pelapor, si terapis ini tertidur dan menggunakan handphone," jelasnya, Jumat (17/2/2023), dikutip dari TribunJakarta.com.
Selain tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP), pelaku juga lalai karena melakukan praktik terapi hingga tertidur.
Pelaku membiarkan korban berteriak kesakitan tanpa ada upaya untuk menolong.
"Iya (unsur kelalaian), karena dia lalai dan si anak menjerit-menjerit. Tersangka tidak memperdulikan," sambungnya.
Sementara itu, Saksi Ahli Pidana, Effendi Saragih, menjelaskan perbuatan pelaku telah memenuhi unsur pidana kekerasan.
Baca juga: Peran Enam Pelaku Penganiayaan di Yogyakarta, Terlibat Kekerasan karena Solidaritas Sesama Teman
"Jelas saja itu masuk unsur (pidana), karena itu perbuatan kekerasan itu dengan menggunakan tenaga yang besar dengan anak yang mengakibatkan sengsaranya anak tersebut baik secara fisik maupun psikis."
"Makanya dengan perbuatan tersebut, saya menganggap itu sudah masuk dalam perbuatan kekerasan," terangnya.
Mendapat Sorotan dari Ridwan Kamil
Video penganiayaan terhadap anak berkebutuhan khusus di Depok diunggah di akun Twitter @p3n7l7h pada Rabu (15/2/2023).
Dalam video tersebut pria yang berbaju kuning dengan santai menganiaya korban sambil bermain handphone.
Jeritan korban sama sekali tidak dihiraukan pria yang diduga terapis di sebuah rumah sakit di Depok.
Akun tersebut juga me-mention akun Twitter Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil melalui akun Instagramnya menyatakan dugaan penganiayaan terhadap anak berkebutuhan khusus ini telah ditindaklanjuti oleh polisi.
Baca juga: Kronologi Penganiayaan Balita oleh Ayahnya di Manado, Pelaku Menampar hingga Pukul Menggunakan Kaki
Menurut Ridwan Kamil, apabila ditemukan unsur kekerasan pelaku dapat ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku agar kasus serupa tidak terjadi.
"Kejadian dugaan kekerasan kepada anak penderita autis di Depok ini sudah ditindaklanjuti oleh kepolisian. Semoga ada penjelasan yang jelas dan terang benderang, apakah itu kelaziman metode terapi atau kekerasan."
"Jika ditemukan ada pelanggaran hukum, semoga dihadirkan hukum yang berkeadilan dan menjadi pelajaran untuk kita semua, agar selalu memanusiawikan manusia," tulisnya di akun Instagram @ridwankamil, Kamis (16/2/2023).
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma)