Pengakuan Keluarga Korban Tewas akibat Ledakan di Blitar, Tak Bisa Kenali Jasad 2 Adiknya
Ledakan bahan baku petasan di Blitar mengakbiatkan empat warga meninggal. Salah satu keluarga korban telah ke RSUD untuk memakamkan jenazah korban.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Nuryanti
Hingga saat ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar terus mendata jumlah korban yang terdampak ledakan keras.
Baca juga: Priyo Tak Bisa Mengenali Wajah 2 Adiknya Korban Ledakan di Blitar, Kondisinya Rusak, tidak Utuh Lagi
Selain itu, jumlah bangunan rumah yang rusak karena efek ledakan juga telah didata.
Ledakan yang terjadi pada malam hari tersebut mengakibatkan empat orang meninggal dan 23 korban mengalami luka-luka.
Sedangkan, bangunan rumah yang rusak berjumlah 25 bangunan yang dua di antaranya sudah rusak berat dan hampir rata dengan tanah.
"Data sementara, korban jiwa ada empat orang, korban luka-luka ada 23 orang, dan data rumah rusak ada 25 unit," ungkap Kepala BPBD Kabupaten Blitar, Ivong Bettryanto, Selasa (21/2/2023), dikutip dari TribunJatim.com.
Ia belum dapat mengkategorikan rumah mana yang termasuk mengalami kerusakan sedang dan ringan.
"Untuk asesmen menentukan rusak ringan dan berat akan dilakukan dinas teknis. Itu nanti sebagai pertimbangan untuk melangkah lebih lanjut," lanjutnya.
Bangunan rumah yang mengalami kerusakan berada dalam radius 100 meter dari pusat ledakan.
Baca juga: Tanggapi Ledakan di Blitar, Polda Jawa Timur Ingatkan Bahaya Petasan, Tak Mau Insiden Terulang
"Kami sementara fokus pada penyelamatan jiwa. Sampai kemarin, kami melakukan langkah-langkah darurat kejadian luar biasa ini."
"Jumlah kerusakan mungkin bisa bertambah, kami masih terus melakukan asesmen," terangnya.
Sebanyak 29 keluarga terdampak ledakan dan rumahnya mengalami kerusakan.
Menurut Ivong Bettryanto, BPBD telah mengirimkan beberapa terpal untuk tempat mengungsi warga.
Namun warga lebih memilih tinggal di rumah yang mengalami kerusakan.
"Sementara, kami bagikan sekitar 15-20 terpal kepada warga. Rata-rata warga masih enggan mengungsi, mereka masih berupaya memperbaiki secara mandiri."