Mantan Calon Pendeta di Kabupaten Alor NTT Divonis Hukuman Mati, Ini Pertimbangan Hakim
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi menilai Sepriyanto Ayub Snae terbukti melakukan percabulan terhadap 9 orang anak-anak.
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Terdakwa pencabulan Sepriyanto Ayub Snae, eks vikaris atau calon pendeta di Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur divonis hukuman mati, Rabu (8/3/2023).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi menilai Sepriyanto Ayub Snae terbukti melakukan percabulan terhadap 9 orang anak-anak.
Baca juga: Terpidana Hukuman Mati Herry Wirawan akan Pindah ke Lapas Cirebon, Masih Menunggu Berkas Lengkap
"Karena pidana mati, sehingga putusannya tidak ada yang meringankan terdakwa, namun yang memberatkan saja," kata Humas Pengadilan Negeri Kalabahi Ratri Pamundhit.
Kuasa hukum terdakwa, Yefta O Djahasana mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya hukum banding.
"Kami akan melakukan upaya hukum banding," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kalabahi menuntut hukuman mati terhadap SAS dalam sidang yang digelar pada Rabu 22 Februari.
Kasi Intel Zakaria Kejaksaan Negeri Alor Sulistiono menyebut ada 6 hal yang memberatkan terdakwa.
Baca juga: Kejagung Ajukan Banding Terkait Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo, Sebut Bisa untuk Kuatkan Vonis Hakim
Sementara hal yang meringankan tidak ada.
“Sebagaimana dakwaan Pasal 81 ayat (5) Undang-Undang Perlindungan Anak junto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian Jaksa penuntut Umum juga membacakan tuntutan pidana mati terhadap terdakwa SAS,” kata Zakaria, beberapa waktu lalu.
Menurut Zakaria, yang menjadi pertimbangan JPU menuntut hukuman mati kepada terdakwa adalah 6 hal yang memberatkan, dan tidak ada hal yang meringankan.
Keenam hal yang memberatkan tersebut, yakni :
- Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya perlindungan terhadap anak, dan bertentangan dengan nilai-nilai agama, kesopanan, dan kesusilaan
Baca juga: Gus Ipul Kecam Orang yang Sebagai Kiai Tapi Berperilaku Cabul
- Perbuatan terdakwa membuat korban trauma, di-bully dalam pergaulannya dan merusak masa depan anak korban