Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM Ungkap Jaksa Kasus Kanjuruhan Sempat Alami Intimidasi

- Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing mengungkapkan adanya intimidasi terhadap jaksa yang menangani kasus Kanjuruhan.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Erik S
zoom-in Komnas HAM Ungkap Jaksa Kasus Kanjuruhan Sempat Alami Intimidasi
Tangkap Layar
Webinar ICJR bertajuk Kesalahan Prosedur dalam Proses Penyidikan dan Mekanisme Komplainnya pada Jumat (24/3/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing mengungkapkan adanya intimidasi terhadap jaksa yang menangani kasus Kanjuruhan.

Akan tetapi, Uli tak menjabarkan lebih detail bentuk intimidasi yang dialami jaksa tersebut.

Baca juga: Langkah Jaksa Kasasi Vonis Kanjuruhan Didukung Eks Hakim Agung Gayus: demi Keadilan Publik




Dia hanya menyatakan bahwa Komnas HAM telah merekomendasikan agar jaksa tersebut diberikan perlindungan.

"Ada fakta bahwa ada tekanan memang pada waktu persidangan, terhadap jaksa ya terutama. Sehingga kami rekomendasikan agar jaksa juga mendapatkan perlindungan," ujarnya dalam acara Webinar ICJR bertajuk Kesalahan Prosedur dalam Proses Penyidikan dan Mekanisme Komplainnya pada Jumat (24/3/2023).

Intimidasi itu disebut Uli sebagai pelanggaran terhadap hak independensi dan imparsialitas penanganan kasus hukum.

"Ada pelanggaran terhadap hak atas independensi dan imparsialitas," ujarnya.

BERITA TERKAIT

Selain itu, indikasi pelanggaran juga ditemukan dari sidang yang awalnya diselenggarakan tertutup.

Dari situ, Komnas HAM mengupayakan permohonan ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur agar sidang dapat dilaksanakan terbuka.

Baca juga: AKP Hasdarmawan Divonis 1,5 Tahun Penjara dalam Kasus Kanjuruhan, Jaksa Ajukan Banding

"Kami, Komnas minta ke ketua pengadilan tinggi agar itu terbuka, makanya terbuka ketika pemeriksaan saksi dan pleidoi," kata Uli.

Sebelumnya, Komnas HAM telah membeberkan sejumlah temuan dari pemantauan kasus Kanjuruhan ini.

Pertama, adanya situasi lapangan stadion yang bisa dikendalikan dan dikuasai hingga pukul 22:08:56 WIB namun aparat memilih untuk mengeluarkan tembakan gas air mata.

Kedua, penembakan gas air mata yang dilakukan secara beruntun dalam jumlah banyak dan tidak ada upaya untuk menahan diri dengan menghentikan tembakan meskipun para penonton sebagian besar sudah keluar dari lapangan karena panik.

Ketiga, penembakan gas air mata tidak hanya sekadar menghalau penonton dari lapangan namun turut diarahkan untuk mengejar penonton dan ditembakkan ke arah tribune penonton terutama pada tribun 13.

Baca juga: KY soal Hakim Vonis Bebas Terdakwa Polisi di Kasus Kanjuruhan: Kami Mau Dengar Sikap dari MA

Sehingga, lanjut dia, menambahkan kepanikan penonton dan membuat arus berdesakan untuk keluar stadion dari berbagai pintu dengan mata perih, kulit panas, dan dada terasa sesak.

"Keempat, pada dasarnya, ketiga terdakwa mempunyai kapasitas untuk mencegah penembakan gas air mata, menghentikan penembakan yang sudah terjadi, serta mengendalikan lapangan dan para personel keamanan agar tidak melakukan tindakan yang berlebihan (excessive use of force) namun hal tersebut tidak dilakukan," kata Uli dalam keterangan resmi pada Jumat (17/3/2023).

Sebagai sebuah lembaga yang menghormati proses hukum dan independensi kekuasaan kehakiman sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kata Uli, Komnas HAM menghargai putusan hakim. 

Akan tetapi, lanjut dia, Komnas
HAM juga meminta dan mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan upaya hukum lain seperti banding dan kasasi agar putusan tersebut dapat diperiksa ulang guna
memastikan keadilan tercapai bagi para korban dan keluarga korban.

Dari pihak Kejaksaan pun mengamini rekomendasi Komnas HAM untuk melakukan upaya hukum lanjutan atas perkara ini.

Upaya banding telah resmi dilakukan atas terdakwa terdakwa AKP Hasdarmawan.

Alasannya, AKP Hasdarmawan yang merupakan eks Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur hanya divonis 1,5 tahun penjara. Padahal jaksa telah menuntutnya dengan hukuman 3 tahun penjara.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Koalisi masyarakat sipil temukan ‘kejanggalan’ dalam proses hukum yang ‘diduga dirancang untuk gagal’

Akta permohonan banding telah dilayangkan jaksa ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur melalui panitera Pengadilan Negeri Surabaya pada Selasa (21/3/2023).

"Selasa, 21 Maret 2023. Permohonan Banding," sebagaimana tertera pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya.

Sementara untuk dua polisi lainnya yang divonis bebas, Kejaksaan belum melayangkan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.

Berdasarkan laman SIPP, perkara AKP Bambang Sidik Achmadi dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto masih dalam tahap minutasi.
"Jumat, 17 Maret 2023. Minutasi."

Namun Kejaksaan memastikan bakal mengajukan kasasi atas perkara Bambang Sidik dan Wahyu Setyo.

Baca juga: Dua Polisi Divonis Bebas, Keluarga Korban Kanjuruhan Sakit Hati: Hukum Seakan Dibuat Guyonan

"Kalau yang namanya perkaranya bebas, itu sudah otomatis harus lakukan upaya hukum kasasi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana pada Jumat (17/3/2023) saat ditanya mengenai vonis Bambang Sidik dan Wahyu Setyo.

Adapun perkara Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno, Kejaksaan telah resmi mengajukan banding.

Akta permintaan banding pun telah dilayangkan pada Selasa (14/3/2023).

"Haris dan Suko, JPU (jaksa penuntut umum) banding tanggal 14 (Maret)," kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Fathur Rohman saat dihubungi pada Jumat (17/3/2023).

Untuk saat ini, tim JPU sedang menyusun memori banding sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim tingkat banding, yaitu Pengadilan Tinggi Jawa Timur.

"Memori banding masih disusun," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas