Buntut Kasus Pengasuh Ponpes di Batang Cabuli Santriwati, Kemenag Bakal Cabut Izin Pesantren
Inilah kabar terbaru soal kasus pencabulan yang dilakukan pengasuh Podok Pesantren (Ponpes) di Batang, Jawa Tengah.
Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Inilah kabar terbaru soal kasus pencabulan yang dilakukan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) di Batang, Jawa Tengah, WMA (57).
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) mengancam bakal cabut izin Ponpes yang bersangkutan.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Pendidikan Diniyah dan Ponpes Kemenag, Waryono Abdul Ghofur.
Waryono menilai aksi bejat WMA sudah masuk dalam ranah tindak pidana dan mencoreng marwah ponpes secara keseluruhan.
"Izin pesantren akan dicabut atas tindakan pencabulan yang dilakukan pimpinan Ponpes."
"Jelas ini tindakan pidana, perbuatan tidak terpuji, mencoreng marwah Ponpes secara keseluruhan, dan menyebabkan dampak luar biasa bagi korban," ujar Waryono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/4/2023), dikutip dari TribunJateng.com.
Baca juga: Kemenag Sebut Izin Pesantren Al-Minhaj Batang Bisa Dicabut Jika Pelaku Terbukti Cabuli 15 Santriwati
Meski bakal mencabut izin Ponpes, pihaknya akan melakukan pendampingan kepada para santri.
Hal tersebut dilakukan untuk tetap menjaga hak santri yang menempuh pendidikan.
"Kami juga memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar,"
"Kita berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Tengah dan sejumlah pesantren lainnya," ucap Waryono.
Waryono menambahkan, pihaknya juga bakal menggandeng lembaga terkait untuk kasus ini, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) serta Kepolisian.
"Ini semua harus dipikir. Kita tidak bisa hanya menyelesaikan pelakunya saja, tapi juga perlu dipikirkan nasib korbannya seperti apa. Nah, untuk itu kita libatkan Dinas Sosial," jelasnya.
Ganjar Pranowo Turut Menyoroti
Kasus tindak asusila yang dilakukan pengurus pondok pesantren di Batang, Jawa Tengah, mendapatkan atensi dari Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.
Sebagai langkah untuk membantu para korban, Ganjar mengatakan pihaknya akan membuat posko pengaduan.
Tak hanya itu, ia juga akan memberi bantuan trauma healing untuk para korban pencabulan WMA (57).
Baca juga: Update Kasus Pencabulan Pengasuh Ponpes di Batang: 17 Santriwati jadi Korban, 2 di Antaranya Alumni
"Kami akan langsung terjunkan tim, membuka posko dan trauma healing bagi korban," kata Ganjar, Selasa (11/4/2023), saat konferensi pers di Polres Batang, seperti yang diwartakan TribunBanyumas.com.
Tak hanya itu, Ganjar bakal menggandeng Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengevaluasi pondok pesantren yang dikelola tersangka.
Diketahui, di pondok tersebut juga terdapat sekolah Madrasah.
"Segera evaluasi, besok atau lusa bisa turun ke Ponpesnya, supaya bisa buat treatment apakah pondok seperti ini masih layak proses kegiatan belajar mengajar atau kita tutup," tutur Ganjar.
Selain itu, ia juga meminta evaluasi bisa dilakukan di pondok pesantren lainnya.
Pasalnya, aksi bejat WMA turut mencoreng ponpes lainnya yang memiliki reputasi bagus.
Ganjar juga menyatakan, perlu adanya edukasi pada sekolah, wali murid, hingga komite sekolah agar siswa berani melapor jika mendapatkan tindak pelecehan seksual hingga perundungan.
"Untuk ponpes lainnya juga akan dievaluasi ya nanti kita akan bicara dengan Kemenag, kita punya evaluasi yang sistematis karena satu dua yang melakukan ini bisa mencoreng semuanya, kan banyak juga Ponpes yang bagus," ujarnya.
"Jika perlu, di tiap sekolah ditempel nomor telepon aduan, tidak hanya kasus asusila tetapi juga kasus lainnya seperti bullying," lanjut Ganjar.
Modus Pencabulan
Diketahui, tersangka melakukan aksi pencabulan kepada santriwati sejak tahun 2019 lalu.
Irjen Ahmad Luthfi mengatakan, semua korban Wildan Mashuri Amin merupakan anak di bawah umur.
Meski demikian, saat ini ada satu korbannya yang sudah berusia dewasa.
"Hasilnya ada yang memang disetubuhi, dan dicabuli, ini masih kita kembangkan," tutur Ahmad Luthfi saat press release di Mapolres Batang, Selasa.
Ahmad Luthfi mengatakan, modus yang digunakan tersangka untuk melancarkan aksinya yakni membujuk korban dengan melakukan seolah-olah menikah siri.
Namun, hal tesebut dilakukan tanpa adanya saksi, hanya keduanya bersalaman lalu mengucapkan ijab kabul.
Baca juga: Pengasuh Ponpes di Batang Cuma Modal Salaman Sebelum Cabuli 14 Santriwati, Dilakukan Sejak 2019
"Para korban ini dibilang akan mendapat karomah serta buang sial, lalu juga diberikan sangu atau jajan dan tidak boleh lapor sudah sah sebagai suami istri ke orang tua," ujarnya.
Atas perbuatannya tersebut tersangka dikenakan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk menjerat tersangka dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
"Kalau berulang-ulang bisa ditambah sepertiga masa hukuman maksimal 20 tahun, apalagi mereka tenaga pengajar," pungkasnya.
(Tribunnews.com, Renald/Fahdi Fahlevi)(TribunBanyumas.com, Hermawan Endra)