Alasan Pelaku Penganiayaan Santri di Sragen Tak Ditahan, Ibu Korban Mengadu ke Hotman Paris
Kasus penganiayaan santri di Sragen mendapat sorotan dari Hotman Paris. Setelah kasus berjalan 5 bulan pelaku belum ditahan. Ini kata Polda Jateng.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Hotman Paris menyoroti kasus penganiayaan santri di sebuah Pondok Pesantren di Masaran, Sragen, Jawa Tengah yang mengakibatkan korban meninggal.
Pelaku penganiayaan yakni senior korban berinisial MH (17) yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, setelah lima bulan berlalu, pelaku tidak ditahan dan membuat ibu korban mengadukan kasus ini ke Hotman Paris.
Kabidhumas Polda Jateng, Kombes M Iqbal Alqudusy mengaku jajaran Polres Sragen telah menangani kasus yang terjadi pada Sabtu 19 November 2022 lalu.
"Agar tidak terjadi mis informasi pada masyarakat kami jelaskan bahwa perkara tersebut sudah ditangani secara profesional dan prosedural oleh Polres Sragen," ungkapnya, Minggu (16/4/2023), dikutip dari TribunBanyumas.com.
Baca juga: Kritikannya Soal Lampung Heboh, Dibela Hotman Paris hingga Komisi III DPR, Siapa Bima Yudho?
Setelah ada aduan kejanggalan kematian korban, petugas langsung melakukan penyelidikan dan menetapkan MH sebagai tersangka.
Polisi tidak melakukan penahanan terhadap MH karena usianya pada saat kejadian masih 16 tahun 8 bulan.
Iqbal Alqudusy menjelaskan pasal 32 ayat ayat 1 UU no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang mana penahanan terhadap pelaku di bawah umur dilakukan sebagai upaya terakhir apabila memperoleh jaminan dari orang tuanya atau walinya.
Selain itu, pelaku juga dianggap kooperatif selama proses penyidikan.
"Pun demikian dalam proses penyidikan pelaku kooperatif terhadap penyidik yaitu selalu hadir pada Senin dan Kamis di Polres Sragen."
"Tentunya dengan permohonan permintaan tidak ditahan, serta sanggup sewaktu waktu hadir apabila dibutuhkan dalam proses penyidikan menjadi alasan subjektif penyidik terhadap pelaku (anak) untuk tidak dilakukan penahanan," lanjutnya.
Menurutnya proses penyidikan perkara hingga saat pelimpahan pelaku dan barang bukti ke kejaksaan telah berjalan sesuai prosedur.
Baca juga: Tanggapan Gerakan Perempuan soal Dugaan Penganiayaan yang Dilakukan Anggota DPRD Sulawesi Utara
"Dan saat ini, perkara dimaksud sudah masuk pada tahap persidangan. Adapun penyidik tetap menunggu perkembangan fakta-fakta persidangan."
"Bila ada pihak lain yang terbukti turut serta ikut melakukan dan dapat dimintai pertanggung jawaban pidana, maka akan segera ditindaklanjuti dan diproses sebagaimana mestinya," pungkasnya.
Ibu Korban Temui Hotman Paris
Sebelumnya, ibu korban mencari keadilan dengan berangkat dari Ngawi, Jawa Timur menuju Jakarta untuk menemui Hotman Paris.
Ibu korban, Jumasri menjelaskan kronologi anaknya meninggal hingga pelaku yang hanya dikenakan wajib lapor setiap hari Senin dan Kamis.
Momen ibu korban mengadu ke Hotman Paris diunggah di akun Instagram @hotmanparisofficial pada Minggu (16/4/2023).
"Bapak majelis hakim, tolong keadilan untuk anak saya, putra semata wayang saya, Dafa meninggal dianiaya, pelakunya adalah MH, sampai sekarang tidak ditahan," ungkap ibu korban.
Selain meminta pelaku ditahan, ibu korban juga meminta senior yang menjadi provokator aksi penganiayaan juga dijadikan tersangka.
Ia membandingkan kasus ini dengan kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandi karena provokator juga dijadikan tersangka dan AGH yang masih berusia 15 tahun ditahan.
"Provokatornya dua orang juga belum diadili, belum ditahan, sampai sekarang belum ditetapkan jadi tersangka, mohon Pak Majelis Hakim keadilan untuk putra semata wayang saya," imbuhnya.
Baca juga: Hotman Paris Pasang Badan Bela TikToker Bima yang Kritik Pemerintah Lampung: Jangan Takut
Menanggapi aduan ini, Hotman Paris meminta Kapolda Jawa Tengah dan Kapolres Sragen memberikan atensi kepada kasus penganiayaan di pesantren yang mengakibatkan korban meninggal.
Menurut Hotman, meski usia pelaku masih 17 tahun, namun petugas dapat melakukan penahanan.
"Salah satu pelakunya berumur 17 tahun, sudah mulai diadili tapi sampai hari ini belum ditahan, padahal menurut UU Sistem Peradilan abak, anak umur 14 tahun ke atas tahun boleh ditahan."
"Dia adalah orang biasa, Bapak Kapolda Jawa Tengah dan Pak Kapolres saya yakin anda berkenan memberikan atensi khususnya kepada dua provokator untuk ditahan," tegas Hotman.
Kronologi Kejadian
Saat kasus ini mencuat lima bulan lalu, Polres Sragen telah memberikan keterangan.
Di antaranya, polisi mengungkap kronologi dan motif penganiayaan yang berujung tewasnya santri DWW.
Kala itu, polisi juga telah menetapkan santri berinisial M (16) sebagai tersangka.
Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama melalui Kasi Humas Polres Sragen, Iptu Ari Pujiantoro menjelaskan kejadian berawal ketika tersangka M mengumpulkan para santri pada Sabtu 19 November 2022 pukul 22.45 WIB.
Baca juga: Bareskrim Polri Tetapkan Razman Arif Nasution Jadi Tersangka Atas Laporan Hotman Paris
Tersangka M memberikan hukuman kepada santri yang melanggar namun hukuman yang ia berikan berupa kekerasan fisik.
"Senior mengumpulkan santri yang melakukan pelanggaran, setelah kumpul, senior mungkin melakukan tindakan yang kurang pas sehingga berakibat pada salah satu santri tersebut pingsan di tempat," jelasnya pada Rabu 23 November 2022 dikutip dari TribunSolo.com.
Korban mendapat hukuman dari tersangka M karena tidak melakukan piket kamar.
Hukuman fisik yang diberikan oleh tersangka M dilakukan dalam keadaan emosi dan membuat korban pingsan di tempat.
Para santri lain yang melihat korban pingsan segera melaporkan kejadian tersebut ke pengurus pesantren.
Korban sempat dilarikan ke IGD salah satu klinik.
"Tapi klinik tersebut tidak sanggup menangani, dan langsung di rujuk ke RS PKU Muhammadiyah," terangnya.
Baca juga: PAN Copot Ketua DPW Sumut Ahmad Fauzan Usai Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan
Dalam perjalanan menuju RS PKU Muhammadiyah Sragen korban dinyatakan sudah meninggal dunia.
"Namun dalam perjalanan ke rumah sakit korban meninggal dunia, pihak Ponpes akhirnya memberitahu keluarga pada malam itu juga," tambahnya.
Iptu Ari mengatakan jika tersangka tidak memiliki motif dendam terhadap korban dan aksi kekerasan ini niat awalnya adalah menegakkan disiplin.
"Tersangka ini warga Karanganyar, maka bukan karena dendam atau apa, tapi murni niatnya tindakan disiplin."
"Namun demikian, karena tindakannya kurang pas dalam melaksanakan tindakan sehingga berakibat fatal," jelasnya.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunSolo.com/Septiana Ayu Lestari) (TribunBanyumas.com/Rahdyan Trijoko)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.