KNPI Soroti Lokasi Proyek LNG di Papua Barat yang Beririsan dengan Suku Setempat
Pengeboran gas berdampak besar pada kerusakan ekosistem lingkungan wilayah konsesi proyek, termasuk pada Distrik Babo yang didiami suku Sumuri.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Haris Pertama menyoroti pengeboran gas alam proyek gas raksasa Liquefied Natural Gas (LNG) Tangguh di Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat dengan luas 5.966,9 km persegi.
Pasalnya pengeboran gas tersebut berdampak besar pada kerusakan ekosistem lingkungan wilayah konsesi proyek, termasuk pada Distrik Babo yang didiami suku Sumuri.
"Eksploitasi proyek gas raksasa LNG Tangguh di Teluk Bintuni mengharuskan dilakukan penebangan hutan mangrove di Distrik Babo yang didiami suku Sumuri yang sekarang dijadikan lokasi berdirinya pabrik LNG," kata Haris dalam keterangannya, Senin (17/4/2023).
Baca juga: Surati Menko Marvest, Gubernur Bali Nyatakan Hasil Kajian Pembangunan Tersus LNG Aman
Haris mengatakan bahwa hutan mangrove di Bintuni adalah hutan bakau seluas 225.367 hektare atau 52 persen dari total keseluruhan hutan mangrove di Papua Barat. Hutan mangrove juga punya peran dalam menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah pantai, karena berfungsi sebagai filter alami.
"Sehingga kita harus menjaga keanekaragaman hayati di wilayah tersebut, selain itu Hutan mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida dari udara, sehingga berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim global," jelas dia.
Ia menyebut kawasan tersebut juga dimukimi oleh suku pesisir yang sehari-hari beraktivitas sebagai nelayan seperti suku Sumuri, suku Sebiyar, dan suku Irarutu.
"Masyarakat suku-suku kami sangat kesulitan mencari nafkah dari aktivitas nelayan," katanya.
Adapun berdasarkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua Barat Nomor 3/2019, bantuan langsung tunai bagi masyarakat adat pemilik hak wilayah diatur sebesar 10 persen. Namun para suku pemilik wilayah belum menerima realisasi tersebut.
"Pasal 7 ayat (3) poin (e) bahwa bantuan langsung tunai kepada masyarakat adat pemilik hak ulayat sebesar 10 persen, namun hingga kini tidak ada realisasi sama sekali diberikan kepada para suku pemilik hak ulayat," terang fungsionaris DPP KNPI bidang Migas yang juga anak Kepala Suku Besar Sebiyar, Malkin Kosepa.