Modus Pimpinan Pondok Pesantren di Lombok Cabuli Puluhan Santriwati, Korban Diimingi 'Rayuan Surga'
AKBP Hery Indra Cahyono menjelaskan, kedua tersangka memiliki modus rayuan untuk melancarkan aksi cabulnya ke korbannya yang berusia di bawah umur.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, MATARAM - Sebanyak 41 orang santri menjadi korban pencabulan di pondok pesantren di Sakra Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Puluhan orang santri itu merupakan korban dari dua pelaku berinisial HSN (50) dan LMI.
Satu orang pelaku berinisial HSN, membantah tuduhan itu dan menganggapnya sebagai fitnah.
Baca juga: Polisi Tangkap 2 Pimpinan Pondok Pesantren di Lombok yang Lecehkan Santriwati
Hal itu itu diungkapkannya saat dibawa ke ruang unit Perlindungan Perempuan sant Anak (PPA) Ditreskrimum Polda NTB, usai jumpa pers terkait kasus hukumnya.
"Itu fitnah, saya sedang sakit terus dituduh, saya sedang operasi. Fitnah semuanya," kata HSN dengan menggunakan baju tahanan Polres Lombok Timur.
HSN tidak mengakui perbuatannya.
Bahkan saat ditanya jumlah dugaan korban sebanyak 41 santri, ia menjawab dengan teriakan kata "bohong".
"Bohong, semuanya itu," teriak HSN yang saat itu mengenakan peci warna putih.
Sementara itu, tersangka LM tidak berkomentar apa-apa saat ditanya media.
Ia hanya menggelengkan kepala.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Lombok Timur Perkosa Santriwati, Perdayai Korban Sebut Hubungan Itu Direstui Nabi
Modus Pelaku
Dua tersangka dugaan pelecehan seksual santriwati pada salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Lombok Timur ditangkap Polda NTB.
Dua pelaku tersebut diduga kuat melakukan pelecehan seksual terhadap santriwatinya yang berusia di bawah umur.
Dua tersangka tersebut memiliki jabatan berbeda di ponpes tersebut.
Masing-masing tersangka berinisial LMI, dia menjabat sebagai salah satu ketua yayasan di ponpes tersebut.
Satu tersangka lainnya berinisial HSN, menjabat sebagai pimpinan ponpes.
Kapolres Lombok Timur AKBP Hery Indra Cahyono menjelaskan, kedua tersangka memiliki modus rayuan untuk melancarkan aksi cabulnya ke korbannya yang berusia di bawah umur.
"Modus pelecehan seksual ini, tersangka melakukan seperti bujuk rayu untuk hubungan intim," ungkap Kapolres didampingi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol Teddy Ristiawan, dan Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara di Polda NTB, Selasa (13/5/2023).
Dua tersangka diamankan pada waktu yang berbeda.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Lombok Rudapaksa Santriwati, Paksa Korban Nonton Film Syur, Janjikan Masuk Surga
LMI diamankan pada Kamis 4 Mei 2023, oleh Polres Lotim tanpa perlawanan di rumahnya.
Sedangkan HSN ditangkap pada Selasa 16 Mei 2023.
Sedangkan korban kepolisian baru mengumpulkan bukti pada 3 orang korban.
Dua orang santriwati menjadi korban kejahatan LMI dan 1 orang santriwati menjadi korban HSN.
Ketika disinggung terkait jumlah korban yang berjumlah puluhan orang, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol Teddy Ristiawan hanya menjawab singkat.
"Masih kita kembangkan," cetusnya.
Sedangkan untuk keterlibatan orang lain dalam pencabulan kedua tersangka, Teddy dan Hery tidak berbicara banyak.
Menurutnya, kedua tersangka melancarkan aksinya sendiri, tanpa ada ustadzah yang sebelumnya sempat diduga sebagai perantara korban dan pelaku.
Polisi juga mengamankan beberapa barang bukti dari dua tempat kejadian perkara.
Yakni baju, rok, jilbab, bra dan celana dalam.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara menuturkan, sesuai amanat Kapolda, kasus seperti ini harus ditangani dengan tegas dan tuntas.
Dua pelaku petinggi ponpes akan dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Lombok Rudapaksa Santriwati, Paksa Korban Nonton Film Syur, Janjikan Masuk Surga
Korban Didampingi LPSK
Para santriwati korban pelecehan seksual oleh dua oknum pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Lombok Timur didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Tiga orang korban yang masih berusia anak itu kini menjadi atensi khusus LPSK, Polda NTB, Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur dan organisasi pemerhati anak.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol Teddy Ristiawan menerangkan, korban yang masih di bawah umur harus mendapatkan perhatian khusus, karena sangat rentan.
"Karena korbannya anak-anak, ini menjadi perhatian khusus kita semua," ungkapnya, didampingi Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara dan Kapolres Lombok Timur Hery Indra Cahyono, Selasa (23/5/2023).
Sementara itu, dijelaskan Teddy, pihaknya berkoordinasi dengan LPSK agar korban mendapatkan restitusi atau ruang pergantian terhadap kerugian moril.
Sedangkan untuk korban lainnya masih diupayakan pendalaman oleh pihak kepolisian.
Dalam kasus ini, Polda NTB menangkap dua orang oknum pimpinan ponpes tersebut.
Kedua tersangka masing-masing berinisial LMI, dia menjabat sebagai salah satu ketua yayasan di ponpes tersebut.
Sedangkan pria inisial HSN menjabat sebagai pimpinan ponpes.
Kedua tersangka memiliki modus rayuan untuk melancarkan aksi cabulnya ke korbannya yang berusia di bawah umur.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Lombok Timur Perkosa Santriwati, Perdayai Korban Sebut Hubungan Itu Direstui Nabi
Pelaku Mengaku Difitnah
Oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) Lombok Timur LMI dan HSN, tersangka pelecehan seksual santriwati menunjukkan ekspresi berbeda saat digiring polisi.
LMI yang merupakan ketua yayasan hanya terdiam dan sempat tersenyum.
Sedangkan HSN berteriak dan mengaku dirinya hanya difitnah.
HSN berteriak saat ditanyakan wartawan usai konferensi pers, di markas Polda NTB, Selasa (23/5/2023).
Bahkan HSN sempat beberapa kali meneriaki kalimat fitnah, bohong, dan mengaku sedang sakit dan harus dioperasi ketika ditangkap oleh polisi.
"Fitnah, Fitnah. Saya sedang sakit dituduh, sedang operasi, fitnah semuanya, bohong," kata HSN, ketika ditanyakan apakah ia menjadi pelaku pencabulan santriwati di bawah umur.
Berbeda dengan pria inisial LMI, dia hanya terdiam ketika ditanyakan beberapa pertanyaan oleh wartawan.
Baca juga: Pengurus Ponpes di Lombok Timur yang Jadi Tersangka Kasus Pencabulan Santriwati Merasa Difitnah
Sesekali tersenyum ketika digiring oleh pihak polisi usai konferensi pers di Polda NTB.
Kedua tersangka ditangkap Polda NTB karena diduga kuat menjadi pelaku utama kekerasan seksual.
Kapolres Lombok Timur AKBP Hery Indra Cahyono menjelaskan, dua tersangka memiliki modus rayuan untuk melancarkan aksi cabulnya ke korban.
"Modus pelecehan seksual ini tersangka melakukan seperti bujuk rayu untuk rayu untuk hubungan intim," ungkapnya.
LMI diamankan pada Kamis 4 Mei 2023, oleh Polres Lotim tanpa perlawanan di Kota Raja.
Sedangkan HSN ditangkap pada Selasa 16 Mei 2023, di Kecamatan Sikur, Lombok Timur.
Dua pelaku petinggi ponpes akan dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Mereka terancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. (Tribunnews.com/TribunLombok/Kompas.com)