Akademisi ULM Nilai MK Mengangkangi Keputusan Sendiri Jika Kembalikan Sistem Proporsional Tertutup
Dengan sistem Pemilu Proporsional tertutup, peran parpol akan sangat kuat khususnya dalam menentukan keputusan-keputusan politik.
Editor: Adi Suhendi
Ia khawatir jika terjadi perubahan sistem di tengah jalan, akan terjadi kekacauan politik.
"Kami ingin kondisi yang kondusif. Kemudian pemilu bisa berjalan sesuai dengan jadwal. Serta masyarakat bisa menyambut pemilu dengan gembira,” katanya.
Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof Dr Ichsan Anwary, menjelaskan, dalam perkembangan sidang di MK mengenai pengajuan sistem pemilu ada sejumlah ahli yang menjabarkan tentang kerumitan proporsional terbuka.
Kemudian, ada juga disampaikan fakta kematian para KPPS saat Pemilu 2019.
Di sisi lain, ia menilai dengan sistem pemilu terbuka memungkinkan masyarakat bisa melihat rekam jejak caleg.
Kalau dengan tertutup, hal itu tidak memungkinkan.
Akadsmisi Universitas Islam Kalimantan, Dr M Uhaib, mengatakan, Indonesia sudah 25 tahun menjalani masa transisi dari otoriter ke demokrasi.
Namun, di sisi lain, isu pemilu menjadi proporsional tertutup justru kembali muncul belakangan.
“Saya menduga ada skenario dari para pemilik modal menguasai negara melalui partai politik,” katanya.
Dalam kesimpulan diskusi, inisiator Forum Kalimantan Bangkit, Dr Subhan Syarief, menegaskan, setiap keputusan yang diambil negara harus mengutamakan kepentingan dan keselamatan rakyat.
Sistem proporsional terbuka dipandang oleh Forum Kalimantan Bangkit sudah tepat.
Ada enam poin sikap Forum Kalimantan Bangkit sebagai respons atas isu yang menyebutkan MK akan memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup.
Pertama, forum Kalimantan Bangkit mendorong Sistem Proporsional Terbuka tetap dilaksanakan seperti pemilu sebelumnya.
Kedua, Forum Kalimantan Bangkit akan menggugat Mahkamah Konstitusi, jika kemudian diputuskan sistem proporsional tertutup.
Ketiga, Forum Kalimantan Bangkit akan terus melakukan kajian tentang sistem pemilu di Indonesia.