Akademisi ITB: Jalan Cepat Rusak Lebih Dipicu Pengerjaan dan Penggunaan Material yang Buruk
Beberapa aspek yang bisa menyebabkan masalah kerusakan jalan adalah kualitas pekerjaan, kualitas materialnya dan juga karena beban.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony S Wibowo mengatakan, kerusakan jalan selalu disebabkan karena adanya beban berlebih yang melewatinya tidaklah benar.
Memang beban berlebih bisa berpengaruh pada jalan namun itu baru akan terasa setelah satu tahun.
“Kalau jalan itu dibangun dengan benar, pengaruh beban berlebih pada jalan itu baru terasa setahun kemudian. Jadi, tidak langsung rusak seperti yang sering terjadi selama ini,” ujar Sony dalam keterangannya, Minggu (11/6/2023).
Baca juga: Pengakuan Surono, Warga Lampung yang Rumahnya Dijadikan Alamat Kantor Pemenang Tender Jalan Rusak
Beberapa aspek yang bisa menyebabkan masalah kerusakan jalan adalah kualitas pekerjaan, kualitas materialnya dan juga karena beban.
“Jadi, misalnya jalan yang baru saja diperbaiki kemudian dalam waktu 2-3 bulan sudah rusak, itu hampir dipastikan bukan karena beban.
Itu hampir dipastikan karena kualitas pekerjaan atau juga penggunaan material yang buruk, atau dua-duanya. Sudah materialnya buruk, kualitas pekerjaannya juga jelek,” kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Barat ini.
Baca juga: Kejanggalan Alamat Perusahaan Pemenang Tender Perbaikan Jalan Rusak di Lampung, Warga: Ini Bahaya
“Kami yang lulusan teknik sipil lebih tahu soal hal itu. Kalau misalnya jalan itu rusak bisa kelihatan, rusaknya itu karena kualitas bahan, rusak karena pekerjaannya yang buruk atau rusak karena beban. Itu karena jenis kerusakannya beda,” tambahnya.
Tapi, untuk masyarakat awam, mereka tidak memahami bahwa jalan-jalan berlubang itu bukan otomatis karena beban yang berlebih tapi juga bisa karena kualitas pekerjaan dan material yang digunakan.
Dia mengatakan, hampir semua jalan-jalan yang ada di daerah-daerah itu rusak bukan karena beban tapi karena kualitasnya yang buruk.
“Nah, hampir semua jalan-jalan daerah itu rusaknya bukan karena beban tapi terutama karena kualitas pekerjaan dan juga materialnya yang jelek,” ungkapnya.
Dia mencontohkan soal penggunaan spesifikasi batu pecah dalam pembangunan jalan misalnya.
Menurutnya, bisa terjadi spesifikasi yang seharusnya digunakan itu adalah yang kelas A karena banyak kendaraan berat yang melaluinya, itu diganti dengan batu pecah kualitas B.
“Ini bisa terjadi karena pengawasannya yang rendah atau memang kontraktornya yang pintar sehingga bisa lolos dari pengawasan. Itu salah satu penyebab materialnya jelek dan jalannya akan cepat rusak. Kemudian itu dibilang karena ODOL. Itu jelas bukan karena ODOL,” ucapnya.
Baca juga: Jalan Rusak Parah, Presiden Jokowi Putuskan Tak Lanjutkan Perjalanan di Kabupaten Labuhanbatu Utara
Contoh lainnya adalah saat membuat pengerasan jalan menggunakan aspal.
Menurut Sony, aspal kalau dalam jalan itu fungsinya sebagai perekat batuan dan pengisi rongga untuk membuat jalan menjadi stabil.
Kata Sony, aspal itu bisa bekerja efektif kalau dihamparkan pada suhu di atas 100 derajat Celsius tapi sering dalam pengerjaannya aspal itu dipanaskan di suhu 60 derapat.
“Sudah jelas pengerasannya akan jelek. Belum lagi kalau misalnya aspal itu dioplos dengan oli bekas oleh kontraktornya yang nakal. Nah, yang kayak gitu banyak terjadi di daerah sehingga jalan menjadi cepat rusak,” tuturnya.
Begitu juga tentang timbunan, menurut Sony, itu juga ada spesifikasinya agar tanahnya stabil sehingga tidak terjadi amblas dan retak.
Dia mengatakan terkadang harus dipadatkan terlebih dulu namun jika pemadatan pun tidak sesuai dengan spesifikasi, jalan itu akan menjadi cepat rusak.
“Jadi, sebenarnya kalau misalnya ditanya kesimpulannya, hampir sebagian besar kerusakan jalan di Indonesia itu karena kualitas pekerjaan dan kualitas materialnya yang jelek dan bukan karena beban,” katanya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kabupaten Mesuji, Elfianah, mengatakan ada beberapa faktor utama ruas jalan di Lampung berumur pendek.
Menurutnya, banyak ruas jalan yang baru dalam perbaikan di Lampung langsung rusak dalam hitungan bulan.
Baca juga: Penerapan Zero ODOL Dinilai Bisa Jadi Solusi untuk Mengatasi Jalan Rusak
Disebutkan, kondisi itu bisa terjadi karena kualitas jalan yang buruk karena kurangnya pengawasan saat pekerjaan.
"Bisa dari pengawasan yang kurang, kendaraan yang lewat melebihi tonase karena jalan kita ini kelas tiga. Bisa juga kualitas pekerjaan yang asal-asalan," tukasnya.
Untuk itu, dia meminta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait agar lebih teliti terhadap setiap pekerjaan. Dia meminta Pemda untuk mengecek hasil pekerjaan saat serah terima sementara pekerjaan (provisional hand over/PHO).
"Sebelum 6 bulan, jangan buru-buru ada pemeriksaan lapangan serah terima akhir pekerjaan (FHO)," ucapnya.
Dia juga mengeluhkan ruas jalan yang baru dibangun tahun lalu dan kini sudah rusak.
"Belum ada satu tahun jalan aspal ini rusak lagi. Ada banyak yang jatuh gara-gara jalan rusak," katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan jalan rusak mencapai 174.298 km atau 31,91 persen dari total panjang dari panjang seluruh Indonesia yang mencapai 546.116 km.
Kondisi jalan rusak sedang di Indonesia sepanjang 139.174 km, kondisi jalan rusak 87.454 km dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 86,844 km.