Cerita Suster Klara Duha, Terpanggil Lakukan Misi Kemanusiaan di Kepulauan Nias
Pada tahun 1995, Suster Iza Klara Duha ditugaskan sebagai Pengurus Asrama Putri Santa Agnes oleh Pimpinan Regio OSF Sibolga.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepulauan Nias dikenal sebagai destinasi pariwisata yang eksotik, panorama alam yang indah, kaya budaya dan peradaban benda-benda megalitikum yang bersejarah.
Namun di balik alam yang indah, cantik dan elok itu, masih terdapat warga yang mengalami berbagai persoalan.
Mulai ekonomi yang sulit, angka pengangguran yang tinggi bahkan ditetapkan sebagai daerah kemiskinan ekstrem dan rawan stunting.
Pada tahun 1995, Suster Iza Klara Duha ditugaskan sebagai Pengurus Asrama Putri Santa Agnes oleh Pimpinan Regio OSF Sibolga.
Selama delapan tahun mengabdi, Suster Klara memiliki banyak pengalaman bersama anak-anak asrama baik suka maupun duka.
Baca juga: Punya Misi Kemanusiaan Lewat Les Matematika, Remaja Ini Diganjar The Diana Award
Tahun 1998 ada anak asrama yang sakit keras dan butuh tindakan operasi medis di RSU. Gunungsitoli kala itu.
Pada saat itu, pasien harus kembali karena keterbatasan biaya dari keluarga yang kondisinya belum sembuh dan butuh perawatan intensif dengan kebutuhan obat-obatan dengan resep dokter.
"Waktu itu dengan keyakinan dan inisiatif, saya membeli obat ke apotik lalu memberikan obat kepada itu kepada pasien. Sehingga kondisinya berangsur pulih dan sehat," ucap Suster Klara sebagaimana keterangan yang dikutip, Sabtu (24/6/2023),
"Peristiwa ini pun saya ceritakan kepada pimpinan saat kunjungan ke Gunungsitoli. Saya menyampaikan bahwa biaya obat dengan resep dokter cukup mahal dan tidak terjangkau oleh keluarga pasien karena keadaan keluarga pasien secara ekonomi lemah, mohon untuk dibantu."
Namun respon pimpinan kala itu kurang memuaskan.
Dia mengatakan "Suster Klara mengurus pasien bukan urusanmu, kamu tidak terpelajar untuk kesehatan. Artinya, tidak ada bantuan ketika itu".
Suster Klara melihat banyak orang miskin tidak bisa berobat karena tak ada uang untuk beli obat, penderitaan mereka tidak hanya sakit melainkan bertambah dengan beban berat yang ditanggung.
"Bahkan dulu ketika belum ada uang sering ngutang di apotik. Setelah ada uang baru dibayar atau anak babi peliharaan terjual," katanya.
"Dari peristiwa tergerak oleh hati dan iman, saya mulai mengambil resep dokter dan membelikan obat mereka satu persatu sampai keadaan mereka berangsur-angsur pulih dan sembuh. Sebab, setiap orang berhak untuk sembuh baik yang miskin maupun kaya."
Ia menuturkan tahun 2005 terjadi gempa di Nias banyak korban meninggal dunia dan kehilangan tempat tinggal.
Relawan berdatangan untuk menolong dan membantu termasuk Rotary Club dari Medan dan Jakarta.
Mereka singgah dan menopang di asrama pada saat itu karena kesulitan mendapatkan tempat tinggal untuk melakukan kegiatan kemanusiaan.
"Bagi saya, pelayanan ini saya dedikasikan sebagai penggenapan iman dan penggembalaan kepada mereka yang butuh kasih sayang dan uluran tangan. Ini saya sebut sebagai panggilan Tuhan bagi seseorang untuk melayani Tuhan dalam diri orang yang menderita," katanya.
"Kalau tidak campur tangan Tuhan dalam melaksanakan karya keselamatan dan kemanusiaan ini, saya akui saya tak mampu dan terbatas.
Saya sadar diri sendiri. Karena Tuhan campur tangan maka segala kesulitan yang saya hadapi dapat diatasi sampai sekarang," tutupnya.