Siswa Madrasah di Blitar Tewas di Tangan Teman Sendiri, Polisi Otopsi di Malam Hari
parat kepolisian menindaklanjuti kasus penganiayaan yang menyebabkan siswa madrasah tsanawiyah di Blita
Editor: Hendra Gunawan
Usai proses otopsi selesai, jenazah AJH diserahkan kepada pihak keluarga. Upacara pemakaman dilangsungkan sekitar pukul 22.00 WIB.
Pendampingan dari pihak kepolisian pun turut dilakukan, di mana Kapolsek Wonodadi menyampaikan rasa duka kepada keluarga korban di Desa Kunir, Kecamatan Wonodadi.
Terkait hasil dari otopsi, Supriyadi menjelaskan bahwa hasilnya sedang disiapkan dan akan segera diumumkan oleh Kapolres Blitar Kota, AKBP Danang Setyo PS.
Sementara itu Kasi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Blitar, Baharuddin, membeberkan kronologi kasus penganiayaan AJH, siswa kelas 9 Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang diduga meninggal usai dianiaya teman sekolah pada Jumat (25/8/2023).
Baharuddin juga mengungkapkan ucapan duka atas meninggalkan korban.
"Terkait dengan peristiwa kekerasan di MTs, pertama, kami atas nama Kemenag tentu sangat berduka dan semoga keluarga korban diberikan ketabahan, kesabaran, menghadapi musibah ini," kata Baharuddin, Sabtu (26/8/2023).
"Kedua, peristiwa itu menjadi pembelajaran kepada para pemangku satuan pendidikan dan stakeholder untuk lebih memperhatikan penguatan karakter yang di kurikulum merdeka disebut profil pelajar Pancasila," lanjutnya.
Baharuddin menjelaskan, kronologi peristiwa kekerasan terhadap siswa di sekolah tersebut terjadi pada Jumat (25/8/2023) sekitar pukul 10.00 WIB.
Awalnya, pelaku memasuki ruang kelas korban, kemudian menuju ke tempat duduk korban dan melakukan pemukulan terhadap korban.
"Kebetulan mengenai titik vital, sehingga hanya dalam tiga pukulan menyebabkan korban tak sadarkan diri. Waktunya sangat singkat, sebenarnya teman-teman di kelas berusaha menghalau tapi terlepas. Itu yang pertama," ujarnya.
Menurutnya, peristiwa penganiayaan yang dilakukan siswa itu terjadi secara spontan.
Artinya, dari penelusuran Kemenag di lapangan dan berdasarkan keterangan para guru dan beberapa siswa, antara korban dan pelaku tidak ditemukan indikasi perselisihan maupun permusuhan sebelumnya.
"Hanya saja, sehari sebelum kejadian, pelaku di jam istirahat masuk di ruangan kelas korban, kemudian ditegur oleh korban.
Itu rupanya yang menjadikan pelaku tersinggung, sehingga di esok harinya pelaku melakukan tindakan kekerasan seperti itu kepada korban," katanya.