Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Guru di Batam Evakuasi Siswa ke Hutan saat Ricuh Rempang Pecah, Gas Air Mata Penuhi Kelas

Siswa yang tak mampu bertahan atas udara gas air mata, mereka pingsan di dalam kelas.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Cerita Guru di Batam Evakuasi Siswa ke Hutan saat Ricuh Rempang Pecah, Gas Air Mata Penuhi Kelas
TRIBUNBATAM/BERES
Delia menceritakan upaya menyelamatkan siswa SMPN 22 Batam saat ruang kelas terkena uap gas air mata, Kamis (7/9/2023). Kericuhan pemasangan patok di Pulau Rempang, Batam berdampak luas. Kegiatan belajar siswa SMPN 22 Tanjung Kertang Cate, Batam terpaksa berhenti. 

TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Kericuhan pemasangan patok di Pulau Rempang, Batam berdampak luas. Kegiatan belajar siswa SMPN 22 Tanjung Kertang Cate, Batam terpaksa berhenti.

Pada Kamis (7/9/2023) pagi uap gas air mata memenuhi ruangan kelas sehingga berdampak langsung kepada siswa.

Uap gas air mata yang terbawa angin itu berasal dari kericuhan yang terjadi antara aparat gabungan dengan warga Pulau Rempang.

Baca juga: Komisi III DPR Minta Aparat Menahan Diri Menyusul Bentrok dengan Warga di Pulau Rempang

Kondisi Jembatan IV Barelang Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebelumnya memanas.

Lokasi SMPN 22 hanya berjarak 100 meter dari ruas jalan trans Barelang.

Uap gas air mata yang ditembak ke udara terbawa angin ke kawasan sekolah, lantas itu pun membuat para siswa dan guru dilokasi nyaris pingsan.

Alhasil, dengan sigap sang guru yang saat itu mengajar langsung mengajak para siswa keluar dari dalam kelas.

Baca juga: Soal Bentrokan di Pulau Rempang, BP Batam Imbau Warga Jaga Kondusivitas dan Tak Terprovokasi 

Berita Rekomendasi

Siswa yang tak mampu bertahan atas udara gas air mata, mereka pingsan di dalam kelas.

“Kami sangat kaget pak, gak tau awalnya gimana pas saat saya mengajar tiba-tiba udara tak sedap memekik pernapasan,” ujar seorang guru SMP N 22, Delia kepada Tribun.

Delia tak tahu tentang gas air mata.

Sebab, saat itu Delia tengah mengajarkan mata pelajaran bahasa indonesia.

Namun seketika, suasana mendadak berubah. Udara yang menyelimuti ruang kelas membuat pernapasan sesak, mata pedih.

“Kayak mau mati rasanya. Langsung lah kami sama anak anak berhamburan keluar. Diluar ruangan kelas pun hal yang sama terjadi. Terpaksa kami bawak anak-anak masuk ke hutan,” ujar Delia menceritakan kejadian saat itu.

Delia menyaksikan betul kondisi beberapa siswa yang terjatu pingsan. Namun ia bersama guru lainnya berusaha menyelamatkan ratusan siswa agar tidak terjebak dalam udara gas air mata.

“Tadi gak terbayangkan pak. Banyak juga anak anak siswa yang sampai lompat pagar, masuk hutan bersembunyi,” tuturnya.

Delia enggan berkomentar lebih jauh atas kejadian itu. Ia hanyalah seorang guru yang sehari-hari menjadi tenaga pendidik di sekolah.

Delia hanya berharap, agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. Sebab, dapat mengancam nyawa anak didik.

Dipojokan gedung RSUD Embung Fatimah Batu Aji, Delia tampak termenung.
Ia turut merasa sedih lantaran salah satu temannya yang juga guru harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.

“Masih nunggu bu Melda. Beliau masih di rawat, tadi ikut pingsan dan dibawa kesini,” jawab Delia singkat.

Beberapa siswa SMPN 22 mengungkapkan pengalaman pelik yang terjadi. Mereka merasa selamat dari kematian.

Baca juga: Ricuh Pemasangan Patok di Rempang Batam, Emak-emak Menangis hingga Pelajar Pingsan Kena Gas Air Mata

“Pekik tadi, macam nak mau mati. Pedih, sesak, panas. Ternyata begitu rasanya gas air mata iya,” ujar salah satu siswa SMPN 22, Sevi.

Selvi mengaku sempat menangis. Beberapa temannya juga menangis melihat kejadian yang berlangsung saat itu. Apalagi teman di belakang mejanya mendadak pingsan.

Seusai udara gas air mata hilang, wajah para siswa itu merah. Mereka terlihat dekil.

Kepala Sekolah SMPN 22, Najib menyebutkan terpaksa akan meliburkan aktivitas belajar mengajar esok hari. Hal itu dikarenakan situasi di kawasan Cate tidak kondusif.

Warga: Anak Saya Nggak Bisa Bernapas

Saat peristiwa bentrokan yang mencekam, ada seorang pria berteriak sambil berlari ketakutan menggendong anaknya bernama Algifari Herman ke luar rumah.

Anak tersebut diketahui masih berusia 8 bulan, ia terkena Gas air mata ketika sedang berada di dalam kamar rumahnya.

Pria tersebut Bernama Herman, Warga Galang yang rumahnya berada di Jembatan 4 Galang Batam.

Dengan wajah yang penuh cemas ia berteriak meminta tolong kepada setiap orang yang ada di tengah bentrok antara warga dan Tim Gabungan.

"Anak saya gak bisa bernapas, tolong anak saya," teriak Herman sepanjang jalan sambil berlari menggendong anaknya.

Dibelakang Herman ada sosok wanita yang juga terihat berlari, dia adalah istrinya Herman.

Wanita yang mengenakan baju kaus merah muda tersebut juga tak bisa menahan kesedihan. "Ya tuhan anak saya, gak bergerak," teriaknya.

Melihat kedua suami istri ini berteriak, sorot mata warga yang berada di sepanjang jalan langsung mengarah kepadanya. Begitu juga seorang anggota Brimob Polda Kepri.

Ia langsung menolong Algifari yang sedang digendong ayahnya. Pertolongan pertama langsung diberikan agar sang anak sembuh.

Herman menggendong bayinya yang pingsan di tengah bentrokan warga Rempang dan aparat gabungan di Jembatan 4 Barelang, Batam, Kamis (7/9/2023). Bayinya pingsan karena gas air mata masuk ke dalam rumahnya lewah jendela yang terbuka. (TribunBatam.id/Aminudin)
Herman menggendong bayinya yang pingsan di tengah bentrokan warga Rempang dan aparat gabungan di Jembatan 4 Barelang, Batam, Kamis (7/9/2023). Bayinya pingsan karena gas air mata masuk ke dalam rumahnya lewah jendela yang terbuka. (TribunBatam.id/Aminudin) (Tribun Batam)

Ia dibawa kesebuah lokasi yang aman. Sebisa mungkin anak tersebut harus di tolong. Sebab kondisi Algifari terlihat tidak bergerak.

Matanya memutih karena terkena gas air mata yang masuk ke kamar rumahnya saat Algifari sedang tertidur nyayak di dalam ayunan kamar tersebut.

Dengan sigap anggota Brimob memberikan bantuan dan akhirya anak tersebut terlepas dari masa-masa bahayanya.

Baca juga: IPW Kecam Bentrok Polisi vs Warga di Rempang Batam: Contoh Keberpihakan Polisi ke Pengusaha

Tidak hanya itu, anak kedua Herman yang bernama Fazan juga merasakan panasnya gas air mata. Saat itu, bocah 5 tahun tersebut juga berada bersama adiknya di dalam kamar.

Beruntug kedua anak Herman bisa segera diselamatkan karena kesigapan Herman membawa anaknya untuk meminta petolongan.

Herman yang ditemui dirumahnya pasca kejadian mengatakan, saat kejadian itu memang anaknya sempat pingsan dan bola matanya memutih.

"Saya kaget awalnya melihat anak saya pingsan dan matanya putih semua. Dia terkena gas air mata di rumah," sebut Herman yang ditemui TribunBatam.id di kediamannya.

Asap gas air mata ini masuk ke rumah Herman melalui jendela kamar. Kebetulan saat itu jendela kamar tersebut terbuka.

"Angin mengarah ke jendela rumah. Kebetulan anak saya berada di dalam ayunan. Dia langsung terkena gas air mata," sebutnya.

Saat itu juga, sang istri berteriak. Teriakan itu membuat Herman kaget dan masuk kedalam rumah.

Melihat anaknya yang sudah lemas Heman membawa anaknya dan meminta pertolongan.

Saat dia keluar, dia bertemu anggota Brimob dan meminta bantuan.

"Anak saya tolong pak, anak saya pingsan. Saya bilang gitu tadi. Kemudian dia bawa dan diberikan bantuan oksigen dan dikasih air," sebutnya.

Tidak lama kemudian korban sadar dan kembali dibawa ke rumah.

"Alhamdulilah. Anak saya masih bisa diselamakan. Kami sudah sangat panik tadi," singkatnya

Penjelasan Kapolda Kepri

Kapolda Kepri Irjen Pol Tabana Bangun mengklaim kegiatan pengamanan terkait pemasangan patok lahan di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepri sebisa mungkin berjalan humanis.

Jenderal Polisi Bintang Dua itu ikut berada di lokasi, tepatnya depan pintu gerbang Kampung Sembulang bersama tim terpadu pada Kamis (7/9/2023) sekira pukul 20.20 WIB.

Wajah Irjen Pol Tabana Bangun tampak diolesi pasta gigi, agar tidak pedih terkena gas air mata.

Baca juga: Duduk Perkara Bentrok di Pulau Rempang Batam, Bermula dari Ribuan Warga yang Terancam Direlokasi

Ia menegaskan, keterlibatan aparat keamanan dalam kegiatan tersebut adalah kekuatan pengamanan terpadu secara keseluruhan yang terkait untuk pengamanan kegiatan yang ada di Rempang.

Kedatangan tim terpadu ke Pulau Rempang menurutnya untuk memastikan agar situasi kondusif saat pemasanga patok.

Ini berkaitan dengan penentuan batas wilayah atau kawasan yang termasuk kawasan hutan yang memang untuk prosedur yang akan dilalui dalam menentukan hutan yang akan dikonversi.

"Kita lihat sendiri tadi bahwa kegiatan sudah berjalan dengan baik. Tidak ada hal yang krusial yang terjadi dan masyarakat juga sudah menyadari kembali ke rumah masing-masing dan anggota juga tidak ada hal-hal yang menonjol. Kami bersama bapak Danrem dan aparat kesatuan yang lainnya juga berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat kita," katanya.

Adapun hal-hal yang mungkin sedikit mengganggu menurutnya karena mungkin dampak dari kegiatan pengamanan.

Kapolda berharap, kedepan bisa lebih kondusif sesuai yang diharapkan juga masyarakat Rempang.

"Dan kami menyampaikan terima kasih atas dukungan seluruh lapisan masyarakat dan kesatuan yang sudah menjalankan tugasnya dengan baik," katanya.

Kapolda Kepri menegaskan, tindakan aparat dalam mengelola kegiatan pengamanan sungguh sangat humanis.

"Karena sebelumnya sudah dilakukan sosialisasi dan sebelum melakukan tindakan pengamanan aparat kita mengimbau dengan sabar kepada masyarakat dan menjalin kerjasama yang baik, karena memang panjang jalan cukup panjang sempat tertutup sehingga kegiatan pengamanan harus berproses melalui jalur jalan yang sempat terhalang arus lalu lintasnya," kata Tabana.

Di Akhir ucapannya Kapolda menyatakan memohon maaf kepada masyarakat karena lalu lintas sempat tersendat.

"Kedepan kita akan menjaga suasana Pulau Rempang untuk menjadi lebih kondusif lagi," ucapnya. (Tribunnews.com/TribunBatam.id)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas