Deretan Fakta Konflik Pulau Rempang: Proyek Bernilai Fantastis Ancam Gusur Warga, Berujung Bentrok
Berikut sejumlah fakta konflik lahan di Pulau Rempang, berujung bentrok antara warga dengan petugas keamanan.
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Rencana pembangunan kawasan industri, jasa, dan pariwisata dengan nama Rempang Eco City, di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, berujung konflik.
Warga ramai-ramai melakukan penolakan rencana relokasi hingga menggelar aksi demonstrasi di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (11/9/2023).
Aksi yang mulainya damai berujung bentrokan antara warga dengan tim gabungan TNI, Polri, Direktorat Pengamanan BP Batam, dan Satpol PP.
Baca juga: Buntut Kericuhan di BP Batam, Polri Tambah Pasukan 4 SSK ke Pulau Rempang
Baca juga: Polri Amankan 43 Orang Buntut Kericuhan di Pulau Rempang Batam
Berikut Tribunnews.com rangkum sejumlah fakta konflik Rempang, dikutip dari beberapa sumber:
1. Sejarah Konflik
Dikutip dari Kompas.com, rencana BP Batam membangun Rempang Eco City ditolak mentah-mentah warga yang harus direlokasi dari tempat tinggalnya.
Sebanyak 7.500 jiwa terancam kehilangan tempat tinggal akibat proyek tersebut.
Rempang Eco City masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah pusat.
Ditargetkan, proyek ini akan menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada 2080 mendatang.
Konflik lahan di Pulau Rempang sudah terjadi sejak puluhan tahun silam.
Kawasan ini sejatinya dihuni oleh warga asli dan pendatang, jauh sebelum BP Batam terbentuk.
Sayangnya, warga sekitar tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan.
Hal ini karena awalnya sebagian besar lahan pulau tersebut merupakan kawasan hutan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Meski sudah berlangsung lama, konflik lahan ini kembali mencuat saat pemerintah pusat, BP Batam, dan perusahaan PT Makmur Elok Graha mulai menggarap proyek Rempang Eco City.