Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ibu Setrika Anak di Jambi, KemenPPPA: Orang Tua Harusnya Melindungi Anak

Nahar mengatakan bahwa orang tua adalah panutan pertama, contoh hidup pertama untuk anak, pendidik, pelindung sehingga anak bisa bertumbuh dengan baik

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Ibu Setrika Anak di Jambi, KemenPPPA: Orang Tua Harusnya Melindungi Anak
Kompas.com/ Shutterstock
Ilustrasi kekerasan terhadap anak. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, mengaku prihatin atas maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus kekerasan orang tua terhadap anak terjadi di Jambi dan Boyolali dalam beberapa waktu terakhir.

Di Jambi, terjadi kasus ibu menyetrika anaknya, sementara kasus anak diikat orang tuanya di pohon pisang terjadi di Boyolali.

Baca juga: Komisi X DPR RI Minta Pencegahan Kekerasan di Sekolah Tak Sekadar Kampanye di Atas Kertas

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, mengaku prihatin atas maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua.

"Dua kasus kekerasan terhadap anak seperti di Boyolali dan di Jambi sangat memprihatinkan," kata Nahar melalui keterangan tertulis, Kamis (28/9/2023).

Nahar mengatakan bahwa orang tua adalah panutan pertama, contoh hidup pertama untuk anak, pendidik, pelindung, sehingga anak bisa bertumbuh dengan baik.

Baca juga: KPAI: Kasus Kekerasan Anak di Indonesia Paling Banyak di Asia Tenggara

Sebagai unit masyarakat terkecil, keluarga seharusnya menjadi tempat yang aman untuk anak.

Berita Rekomendasi

“Orang tua seharusnya menjadi pelindung bagi anak, bukan pelaku kekerasan. Bisa jadi orang tua yang melakukan kekerasan dulunya adalah korban. Ini harus diputus mata rantai kekerasan. Tidak boleh berulang turun-temurun," tutur Nahar.

Dirinya mengatakan kejadian itu memiliki dampak trauma mendalam bagi anak.

Kekerasan ini, kata Nahar, bisa memicu   munculnya perasaan malu, menyalahkan diri sendiri, cemas atau depresi, kehilangan minat untuk bersekolah.

"Lalu stres pascatrauma seperti terus-menerus memikirkan peristiwa traumatis yang dialaminya, dan dapat pula tumbuh sebagai anak yang mengisolasi diri sendiri dari lingkungan di sekitarnya,” pungkas Nahar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas