Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kekerasan GTR Bereskalasi, Psikolog Forensik Minta Polisi Pertimbangkan Jerat Pasal 338 KUHP

Diperkirakan waktu itu saat melakukan penganiayaan kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Kekerasan GTR Bereskalasi, Psikolog Forensik Minta Polisi Pertimbangkan Jerat Pasal 338 KUHP
dok.
Petugas Lenmarc Mall mengevakuasi Dini saat ditemukan tergeletak di lantai area parkir mobil usai dianiaya kekasihnya berinisial GTR di Blackhole KTV Surabaya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -   Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai perbuatan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur (GRT) terhadap Dini Sera Afrianti (GSA) telah memenuhi unsur pasal 338 KUHP.

Ia pun meminta penyidik Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan pasal tersebut.

Reza mengatakan, jika melihat urutan kronologi, terindikasi perilaku kekerasan Gregorius Ronald Tannur (GRT) bereskalasi.

Artinya ia menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki) ke organ tubuh bagian atas (kepala) korban Dini Sera Afrianti (GSA).

"Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil)," kata Reza Indragiri dalam keterangannya, Jumat (6/10/2023).

Dikatakannya, eskalasi kekerasan sedemikian rupa, tambahan lagi karena tidak ada yang meleset dari organ vital korban serta terdapat jeda antara menabrak dan episode kekerasan sebelumnya, mengindikasikan GRT sebenarnya berada dalam tingkat kesadaran yang memadai baginya untuk meredam atau bahkan menghentikan perbuatannya.

Namun, alih-alih menyetop, dalam kondisi kesadaran tersebut GRT justru menaikkan intensitas kekerasan terhadap sasaran.

Baca juga: Sosok GRT, Anak Anggota DPR Terduga Pelaku Penganiayaan di Surabaya, Korban Tewas saat Dibawa ke RS

Berita Rekomendasi

"Itu menjadi penanda bahwa GRT sengaja tidak memfungsikan kontrol dirinya untuk menahan atau bahkan menghentikan serangan tapi justru memfungsikan kontrol dirinya untuk meneruskan bahkan memperberat perilaku kekerasannya," katanya.

Dengan kondisi kesadaran dan aktivasi kontrol sedemikian rupa, patut diduga bahwa GRT pun mampu untuk sampai pada pemikiran bahwa ia akan melakukan perbuatan yang dapat menewaskan korban.

Dengan kata lain, diperkirakan bahwa pada waktu itu di kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban.

"Pada momen ketika pemikiran atau imajinasi kematian SA itu muncul dalam benak GRT, maka dapat ditafsirkan lengkap alur perbuatan GRT di mana perilaku kekerasan bereskalasi dan disertai dengan imajinasi tentang kematian sasaran," katanya.

Atas dasar itu, Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan pasal 338 KUHP.

Yang perlu diselidiki adalah ada tidaknya kontrol diri sebagai perwujudan kesadaran GRT.

Untuk memastikannya, perlu ditemukan pola eskalasi perilaku kekerasan GRT terhadap sasaran (SA), 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas