Kejaksaan Agung Didesak Turun Tangan Usut Tambang Emas Ilegal di Tasikmalaya Karena Rusak Lingkungan
Pertambangan ilegal di Tasikmalaya tersebut juga merusak lingkungan dan mengganggu lahan pertanian warga.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Peduli Lingkungan (GMPPL) menggelar aksi di depan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) Jakarta, Rabu 29 November 2023.
Mereka mendesak Kejagung agar turun tangan mengusut kasus tambang emas ilegal di Tasikmalaya, Jawa Barat.
"Mendesak Kejagung RI untuk segera investigasi tambang emas illegal di Kecamatan Cineam dan Karang Jaya Kabupaten Tasikmalaya," kata Koordinator GMPPL Imam Ferdiansyah dalam keterangannya.
Baca juga: Polisi Bentuk Tim Khusus Tangkap Buron Kasus Tambang Emas Ilegal di Banyumas
Ia menjelaskan bahwa aparat penegak hukum (APH) harus serius mengusut kasus pertambangan emas ilegal.
Sebab selain merugikan negara, pertambangan ilegal di Tasikmalaya tersebut juga merusak lingkungan dan mengganggu lahan pertanian warga.
Sayangnya, kata Imam, selama ini APH terkesan membiarkan adanya tambang ilegal tersebut.
"Di kecamatan Cineam dan Kecamatan Karangjaya terdapat pertambangan ilegal yang sudah lama dibiarkan APH. Tambang tersebut adalah tambang illegal yang kecium oleh penegak hukum dan juga banyak pengaduan dari masyarakat setempat yang merasa dirugikan atas dampak lingkungan yang ditimbulkan," jelasnya.
Oleh karenanya GMPPL meminta Kejagung bertindak tegas untuk memberikan sanksi seberat-beratnya kepada para pemilik tambang ilegal tersebut.
Hal itu sebagai bentuk pelanggaran dalam menambang yang tidak memenuhi syarat secara undang-undang yang berlaku.
"Meminta Kejagung RI segera tangkap cukong-cukong tambang emas illegal di Tasikmalaya. Tegakkan keadilan walaupun langit runtuh," ujarnya.
Sudah Dilaporkan ke Kejagung RI
Sementara itu, GMPPL sendiri sudah melaporkan kasus pertambangan ilegal di Tasikmalaya ini ke Kejagung RI.
Baca juga: 34 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Eksplorasi Tambang Emas Ilegal di Manokwari
Lembaga ini melaporkan setidaknya tujuh orang yang diduga menjadi pemilik tambang ilegal tersebut.
'Tambang ilegal di Tasikmalaya berisial IYS dan TT bersama 6 penambang lainnya sudah saya laporkan resmi ke Kejagung RI agar segera ditangkap. Sebab para pelaku tambang ilegal tersebut disangka telah melakukan tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berupa setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah di Kabupaten Tasikmalaya," kata Imam.
Menurut Imam, tindakan para pelaku tambang illegal dapat dijerat pidana prnjara dengan melanggar berbagai aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Mereka bisa kena pidana penjara karena telah melanggar Rumusan Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 Tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 dan atau Pasal 56 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 7,5 miliar.”
Merusak sungai
Tambang ilegal tersebut merusak lingkungan Sungai Citambal dan lahan pertanian serta kesehatan warga.
Hal itu disampaikan oleh Fitriyana, Ketua Aliansi Masyarakat Pemberantasan Penambang Ilegal (AMPP) Jawa Barat. Ia mengatakan, pertambangan ilegal yang sudah berlangsung puluhan tahun di Tasikmalaya seharusnya ditutup bukan malah diberikan izin.
Baca juga: Wartawan di Babel Disiram Air Keras, Diduga Karena Pemberitaan Tambang Ilegal
"Pertambangan ilegal ini berlokasi di wilayah Perhutani Blok Cengal KPH Tasikmalaya. Luasnya sekitar 7 hektare berbatasan dengan dua kecamatan yakni kecamatan Cineam Desa Cisarua dan Kecamatan Karangjaya Desa Karanglayung telah berjalan selama puluhan tahun diperkirakan semenjak tahun 1980 an," kata Fitriyana, dalam rilisnya kepada Tribun Jabar, Rabu (8/11/2023).
Menurutnya, pertambangan ilegal itu sangat berdampak buruk bagi warga. Sebab, pertambangan itu menyebabkan kerusakan Sungai Citambal, lahan pertanian dan juga mengganggu kesehatan masyarakat setempat.
Fitriyana mengatakan, limbah tambang, khususunya zat kimia air raksa, digunakan tanpa pengamanan dan prosedur yang benar.
"Limbah dibuang begitu saja tanpa pengolahan yang ramah lingkungan, kesehatan masyarakat terganggu dan kini semakin resah setelah mendengar kabar bakal dilegalkan oleh Kementerian ESDM. Pemerintah malah berpihak pada pengusaha tambang ilegal," ujarnya.
Fitriyana mengatakan, pada tahun 2019 didirikan koperasi untuk mewadahi penambang lokasi Cengal dengan nama Koperasi Tunggal Mandiri Bersatu yang berlokasi di Kampung Karangpaningal, Desa Karanglayung, Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya.
Tujuannya untuk menempuh izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan izin pertambangan rakyat (IPR) serta Persetujuan Penggunan Kawasan Hutan (PPKH) melalui bimbingan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI).
Pada tahun 2022 lokasi Cengal kemudian ditetapkan oleh SK Menteri ESDM sebagai WPR dan sedang dalam proses menuju IPR. Berbarengan dengan proses IPR tersebut, tahun 2023 Koperasi itu sedang dalam proses menempuh PPKH ( Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan).
"Jadi, selama ini tidak ada izin tetapi sudah menambang. Seyogyanya berhenti dulu menambang sebelum keluar IPR dan PPKH," kata Fitriyana.
Padahal, lanjut Fitriyana, pemerintah melalui Kapolri sudah mengintruksikan kepada setiap Kapolda untuk membasmi penambang ilegal di Indonesia. Pasalnya, pertambangan ilegal yang kian menjamur tidak hanya membuat kerugian materi, namun juga kerugian lingkungan.
"Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin juga pernah menyebutkan, kerugian negara akibat tambang ilegal ini setidaknya bisa mencapai Rp 3,6 triliun. Kerugian negara akibat tambang emas ilegal pada 2020 tercatat mencapai Rp 3,4 triliun. Lalu, tambang ilegal timah juga menyebabkan negara rugi sekitar US$ 15 juta atau setara Rp 234 miliar (asumsi kurs Rp 15.613 per US$). Kerugian tersebut berdasarkan perhitungan selisih antara data jumlah ekspor melalui bea cukai dan data yang tercatat di Minerba," kata Fitriyana.