Pengabdian Warga Gumuk Boyolali pada Alam Berbuah Manis: Dulu Tak Dilirik, Kini Dipandang
Pengabdian warga Gumuk, Desa Mriyan, Musuk, Boyolali untuk melestarikan alam berbuah manis, kopi dan anggrek Gumuk makin mentereng di mata masyarakat
Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Kabut tipis dan awan menyelimuti desa paling ujung selatan Kota Boyolali sejak pagi.
Saat Tribunnews.com mencapai ketinggian 1.360 mdpl, ada sebuah coffe shop nyempil yang terletak di dukuh Gumuk, desa Mriyan, Musuk, Boyolali.
Plang logo Gumuk Coffee dengan tulisan 'Kedai Kopi Gumuk' nampak silau di sisi jalan dibanding rumah-rumah warga di jalan utama menuju Taman Nasional Merapi.
Bukan tempat yang luas, namun sudut rumah milik Painu menghangatkan suasana desa yang tengah menunjukkan suhu 22 derajat celcius tersebut.
Kedai Kopi Gumuk ternyata sudah berdiri sejak 2018.
Di tangan Painu dan rekan-rekan yang bernama Kelompok Tani Subur Makmur Desa Gumuk, Mriyan, Tamansari, Musuk, Boyolali, Kedai Kopi Gumuk mulai dirintis.
Sejatinya, ketertarikan Painu dengan biji kopi sudah terendus sejak lama tepatnya pada tahun 2015.
Sedangkan, warga Desa Gumuk sebelumnya menjadikan tananam kopi sebagai selingan di halaman rumah.
Mereka hanya menjual biji kopi mentah yang masih berbentuk biji merah.
Sayangnya harga jual biji kopi Desa Gumuk hanya dibeli dengan harga Rp2.000.
Ketertarikan Painu dengan kopi dan hadirnya sodoran bantuan dari Pabrik Aqua Klaten datang bersamaan.
Pada awalnya Pabrik Aqua hanya melirik konservasi anggrek, biji kopi khas Desa Gumuk-pun ikut naik derajat.
Tepatnya pada akhir 2017, pendampingan hingga bantuan peralatan tentang proses mengolah kopi mulai terbentuk dari LPTP (Lembanga Pengembangan Teknologi Pedesaan) dan Pabrik Aqua Klaten.
Awal 2018, berdirilah Kedai Kopi Gumuk di halaman rumah Painu.