Pengabdian Warga Gumuk Boyolali pada Alam Berbuah Manis: Dulu Tak Dilirik, Kini Dipandang
Pengabdian warga Gumuk, Desa Mriyan, Musuk, Boyolali untuk melestarikan alam berbuah manis, kopi dan anggrek Gumuk makin mentereng di mata masyarakat
Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Niat hati menaikkan derajat hasil panen kopi mulai menghasilkan, di kala Indonesia dilanda covid-19 dan trend gowes mulai menjamur.
Para pesepeda menyusuri jalan utama menuju Taman Nasional Gunung Merapi, dan melirik Kedai Kopi Gumuk milik Kelompok Tani Subur Makmur.
Dari sanalah, Kedai Kopi Gumuk mulai berjaya.
Sepanjang tahun 2019, Kedai yang komplit dengan nuansa dingin menyuguhkan kopi yang sudah dibekali bimbingan dan alat profesional ala barista cafe-pun meningkatkan ketertarikan pengunjung.
Tak hanya dari pesepeda, Kedai Kopi Gumuk juga turut dibantu promosi oleh pihak Pabrik Aqua.
"Semasa covid-19 ramai, sama ada support dari LPTP dan Aqua itu, katakan untuk promosi," terang Painu saat ditemui Tribunnews.com pada Kamis (30/11/2023).
"Promosi-promosi yang dibantu Aqua membuat eksistensi Kopi Gumuk stabil hingga saat ini," lanjutnya.
Painu mengaku, meski ladang kopi warga Gumuk tak lebih dari 500 meter persegi, kualitas kopi desa Mriyan tersebut tak bisa diragukan lagi.
"Rasanya unik, ganti warno ganti roso (ganti warna ganti rasa)," ungkap Painu.
Painu dan rekan-rekan memang sangat mementingkan kualitas kopi yang mereka buat.
Butiran kopi tetap menjadi butiran yang disimpan ke dalam toples sebelum pelanggan datang untuk memesan secangkir kopi.
Mesin grinder kopi baru terdengar saat pelanggan datang.
Bahkan saat ada pesanan kopi yang sudah berupa bubuk, Painu dan kelompok baru akan menggiling biji-biji kopi tersebut.
Ia merasa, jika menandu bubuk kopi terlalu lama, aroma dan rasa kopi akan berubah. Painu tak akan mempertaruhkan kualitas kopi yang sudah ia bangun sejak lama.