Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gadis Kretek, Eksisnya SKT dan Kontribusi bagi Perekonomian Nasional

Industri SKT merupakan segmen yang padat modal, padat karya, bisa menyerap banyak tenaga kerja, terutama para perempuan yang bekerja sebagai pelinting

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Drajat Sugiri
zoom-in Gadis Kretek, Eksisnya SKT dan Kontribusi bagi Perekonomian Nasional
SURYA/PURWANTO
Buruh mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok Gajah Baru, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (5/2/2023). Pabrik rokok setempat memanfaatkan penyerapan tenaga kerja lokal untuk meningkatkan kesejahteraan warga setempat. Pemerintah Kabupaten Malang mendukung upaya pabrik melakukan penyerapan tenaga kerja lokal untuk membangkitkan ekonomi warga sekitar pasca pandemi Covid-19. SURYA/PURWANTO 

Disebutkan pada tahun 1870, lintingan rokok kretek mulai diproduksi berskala rumahan di wilayah Jawa Tengah bagian utara.

"Kretek sudah ada di jaman Kerajaan Mataram Islam. Akhir abad 19 industrinya mulai tumbuh dan mulailah tercatat dalam beberapa naskah. Disitu ada nama Haji Djamhari yang mengawali produksi rumahan rokok kretek di Kudus, lalu disusul Nitisemito membuatnya lebih besar lagi," kata Bedjo Riyanto, Dosen Universitas Sebelah Maret Surakarta saat dihubungi Tribunnews.

"Dulu diproduksi layaknya industri rumahan dengan mengerjakan tenaga kerja yang sebagian besarnya perempuan sebagai buruh linting," imbuh Bedjo Riyanto yang menulis Desertasi 'Gaya Visual Iklan Rokok di Majalah'.

Para pekerja di pabrik rokok kretek.
Para pekerja di pabrik rokok kretek. (dok. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)

Baca juga: Serikat Pekerja Tembakau Nilai RPP Kesehatan Seharusnya Tak Banyak Larang IHT

Kisah Perempuan Pelinting

Industri SKT merupakan segmen yang padat modal, padat karya, dan menyerap banyak tenaga kerja, terutama para perempuan yang bekerja sebagai pelinting rokok.

Data dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), sekitar 97 persen pekerja di industri SKT adalah perempuan. Mereka tidak hanya sekadar pekerja tetapi juga menjadi tulang punggung keluarga.

Berita Rekomendasi

Kisah tentang perempuan pelinting rokok ini bisa dijumpai saat ini pada Siti Sarwanti (34), warga Banyudono, Boyolali.

Sehari-hari, Siti bekerja sebagai pelinting rokok kretek di Pabrik Rokok PT Hamsina di Kartasura Sukoharjo, mitra PT Gudang Garam Tbk.

Sudah 12 tahun lamanya pekerjaan itu ia jalani, tepatnya etelah menikah pada 2011 silam.

"Sebelumnya di pabrik kertas. Di sana ada aturan shift kerja, jadi pilih keluar biar ngurus keluarga dan rumahnya lebih enak," ujar Siti kepada Tribunnews, Sabtu (2/12/2023).

"Kalau di pabrik rokok itu kan cuma satu shift saja. Sebelum berangkat kerja kan bisa ngurus pekerjaan dapur dulu, sore pun bisa lanjut ngurus rumah lagi. Urusan keluarga dan rumah bisa jalan, bekerja juga jalan," tutur Siti yang kini mempunyai dua anak berusia 11 tahun dan 4 tahun itu.

Suami Siti bekerja di sebuah pabrik distributor minuman kemasan. Meski hanya lulusan SMP, Siti memiliki tekad yang kuat untuk membantu suaminya dalam memenuhi ekonomi keluarga.

"Kalau tidak lembur 7 jam bisa 2450 lintingan. Kalau lembur 9 jam bisa 3350 lintingan. Dari pabrik rokok kretek ini bisa membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Bisa menyekolahkan anak. Ya harapannya pabrik ini bisa eksis terus," ujar Siti.

Pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) melakukan proses produksi pembuatan rokok. Rokok SKT dibuat dengan alat manual, batang rokok satu per satu dihasilkan.
Pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) melakukan proses produksi pembuatan rokok. Rokok SKT dibuat dengan alat manual, batang rokok satu per satu dihasilkan. (Tribunnews.com/Arif Tio Buqi Abdulah)
Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas