Mahasiswa Unjuk Rasa Tolak Pengungsi Rohingya, JRS Sebut Warga Terpecah karena Hoaks
Mahasiswa dan masyarakat itu datang menggunakan puluhan kendaraan menolak kedatangan pengungsi Rohingya
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, SABANG - Gelombang penolakan kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh kembali terjadi.
Kali ini, sejumlah pemuda yang mengatasnamakan diri aliansi mahasiswa dan masyarakat Kota Sabang menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Simpang Garuda, Kota Sabang, Senin (18/12/2023).
Mahasiswa dan masyarakat itu datang menggunakan puluhan kendaraan.
Baca juga: Viral Pengungsi Rohingya Masuk NTT dengan KTP Palsu, DPR: Bukti Pengawasan Sangat Lemah
Mereka sudah berkumpul di Simpang Garuda Sabang sejak pukul 16.00 WIB.
Saat unjuk rasa, mereka menyatakan menolak kehadiran imingran Rohingya yang tetap berada di Kota Sabang.
Selain melakukan orasi, peserta aksi juga membawa spanduk berisikan protes.
Di antaranya bertuliskan “Masyarakat jangan menjadi pengkhianat, usut semua masyarakat lokal yang menjadi agen perdagangan manusia," demikian salah satu isi spanduk tersebut.
Warga disebut terpapar hoaks
Senior Legal Services Officer Jesuit Refugee Service (JRS), Gading Gumilang Putra mengatakan, narasi negatif yang berujung pada hoaks tentang Rohingya telah menyebar di seluruh media sosial.
“Narasi sistematis mengenai penolakan, kebencian, dan hoaks di medsos menjadi isu nasional,”
“Sehingga di lapangan, kapal yang berlabuh tidak mendapatkan respon yang biasanya terjadi secara ad hoc maupun secara Perpres,” ungkap Gading dalam diskusi publik secara daring bertajuk “Mencari Solusi Persoalan Pengungsi Rohingya di Indonesia”, Senin (11/12/2023).
Baca juga: Pengungsi Rohingya di Aceh Jadi Tersangka TPPO, Dibayar Rp17 Juta untuk Satu Orang
Di tengah situasi tersebut, lanjut Gading, lembaga kemanusiaan masih melihat warga yang memberikan bantuan makan dan pakaian, meskipun ada juga ketakutan saat menolong.
Di sisi lain, Gading tak menampik jika memang ada isu mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dikatakannya TPPO memang perlu penindakan, sayangnya smuggler trafficker (penyelundupan) menjadi opsi mengungsi karena tidak ada jalur aman dan legal.
Gading pun menyebutkan bahwa para pengungsi adalah korban, bukan pelaku.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.