Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menguak Misteri Punden Kyai Lurah Guno Wijoyo, Jejak Klasik Hindu-Buddha di Tepian Bengawan Solo

Yoni yang ditemukan di Bengawan Solo disimpan di dalam ruangan di area Kantor Desa Tambakboyo, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Menguak Misteri Punden Kyai Lurah Guno Wijoyo, Jejak Klasik Hindu-Buddha di Tepian Bengawan Solo
Tribunnews/Febri Prasetyo
Hardio Mulyono, juru kunci Punden Kyai Lurah Guno Wijoyo, sedang melakukan ritual di samping yoni, Jumat, (3/5/2024). 

"Pundung tidak boleh digempur. Dulu gambarnya itu dari depan seperti Gajah Mada" katanya.

Hardio mengatakan ada banyak orang yang datang ke sini untuk mencari berkah.

Di antara mereka ada yang berkunjung karena menginginkan momongan dan mengharapkan kesembuhan bagi anggota keluarganya yang sakit.

Adapun menurut informasi pada banner yang ada di dalam ruangan, yoni itu sudah resmi terdaftar sebagai BCB tanggal 21 Desember 2006 sehingga keberadaannya dilindungi dan dilestarikan.

Sementara itu, arkeolog Goenawan Agoeng Sambodo mengatakan yoni digunakan sebagai sarana pemujaan umat Hindu.

"Yoni berarti pasangan lingga yang merupakan simbol alat kelamin wanita, sedangkan lingga adalah simbol phallus (alat kelamin pria)," kata Goenawan ketika dihubungi Tribunnews lewat pesan WhatsApp, Rabu, (22/5/2024).

Dia menyebut saat upacara "kesuburan", air disiramkan ke pucuk lingga dan keluar dari cerat yoni.

Berita Rekomendasi

"Menjadikan air itu suci karena lingga dan yoni juga perlambang persatuan Dewa Siwa (lingga) dan Parwati (yoni)," ucap arkeolog lulusan Universitas Gadjah Mada itu.

Adapun Bengawan Solo menurut Goenawan adalah sungai sudah berabad-abad mendukung peradaban di Jawa bagian tengah hingga bagian timur.

"Banyak tinggalan dari masa prasejarah, klasik (Hindu-Buddha), hingga Islam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo," katanya.

"Pada abad ke-8 atau ke-9 M terdapat berita bahwa di hulu Bengawan Solo sudah ada wilayah yang dijadikan daerah perdikan karena adanya tempat penyeberangan. Di abad ke-12 di era Majapahit, tempat penyeberangan itu semakin banyak dan semakin ke utara."

Goenawan mengaku tidak bisa mengetahui dari abad berapa yoni itu berasal jika hanya melihatnya secara sekilas.

"Temuan-temuan itu secara kasat mata tidak dapat langsung diperkirakan masanya kecuali prasasti atau benda yang memiliki pahatan khas pada masanya," ujarnya menjelaskan.

(Tribunnews.com/Febri) 

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas