Nyawa Pegi di Ujung Tanduk, Kuasa Hukum Ingin Bertemu Langsung dengan Presiden Jokowi dan Kapolri
Kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM, ingin bertemu Presiden Jokowi juga Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengadukan nasib kliennya.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM, ingin bertemu Presiden Jokowi juga Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengadukan nasib kliennya.
Ia merasa, hanya orang nomor satu di R1 dan Kapolri yang bisa benar-benar mengungkap kasus Vina Cirebon secara terang-benderang.
Dengan demikian, tim kuasa hukum Pegi Setiawan akan mempertimbangkan untuk mengajukan audiensi dengan Kapolri atau bahkan Presiden jika diperlukan.
"Kalau memungkinkan kami akan audiensi dengan Bapak Kapolri atau langsung dengan Bapak Presiden, ini kami perjuangkan karena taruhannya terhadap Pegi Setiawan, hukumannya seumur hidup atau hukuman mati, ini taruhannya nyawa," ucap Toni saat dikonfirmasi, Sabtu (22/6/2024).
Di sisi lain, alasan kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM, ingin bertemu Presiden Jokowi dan Kapolri karena upaya hukum yang dilakukannya, yakni meminta gelar perkara khusus, ditolak Polda Jabar.
Ia menilai bahwa keputusan ini tidak mencerminkan keadilan bagi kliennya yang saat ini menghadapi ancaman hukuman berat.
"Kami melihat berita, Kadiv Humas Polri mengatakan tidak perlu melakukan gelar perkara khusus, walaupun kami belum mendapatkan jawaban tertulis, berarti statement itu tidak melayani kami sebagai masyarakat mencari keadilan yang memohon gelar perkara khusus," ujar Toni RM saat dikonfirmasi, Sabtu (22/6/2024).
Baca juga: Pakar Hukum Tegaskan Sidang Praperadilan Pegi Tak Bakal Sederhana, Serumit Apa?
Menurut Toni, alasan Kadiv Humas Polri yang menyebutkan bahwa bukti yang ada sudah cukup dianggap tidak memadai.
"Alasan Kadiv Humas Polri itu, karena sudah cukup bukti, kami mengajukan gelar perkara khusus itu karena awalnya penyidik menetapkan tersangka itu meyakini cukup bukti, cuman kami ini tidak percaya, kami ini keberatan dengan alat bukti yang dimiliki penyidik Polda Jawa Barat, sehingga kami mengajukan gelar perkara khusus ke Karwasidik Bareskrim Polri, agar dibuka seterang-terangnya alat bukti apa yang dimiliki penyidik," ucapnya.
Lebih lanjut, Toni menegaskan bahwa pengajuan gelar perkara khusus ini sesuai dengan Perkapolri No. 6 Tahun 2019.
"Gelar perkara khusus diatur dalam Perkapolri No. 6 Tahun 2019, itu diatur di dalam pasal 33 ayat 1 bahwa gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 huruf b, dilaksanakan untuk merespon pengaduan masyarakat dari pihak yang berperkara atau penasehat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik," jelas dia.
Toni juga menyoroti pentingnya respons terhadap pengajuan ini sebagai bagian dari pelayanan hukum dan penegakan keadilan.
"Kami mengajukan ini, karena keberatan, harusnya direspon, karena pelayanan juga, selain penegakan hukum jangan takut, justru kami menilai kalau tidak mau melakukan gelar perkara khusus, penyidik ini takut terbongkar alat buktinya ada atau tidak," kata pengacara asal Kabupaten Indramayu ini.
Dalam pasal 33 huruf c, disebutkan bahwa gelar perkara khusus dilakukan untuk menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian masyarakat.