Dikeroyok Pesilat, Remaja di Malang Meninggal Dunia, DPR Singgung Peran Sektor Hukum dan Pendidikan
Tewasnya pemuda berinisial ASA (17) di Malang, Jawa Timur, akibat dikeroyok sejumlah oknum anggota perguruan silat memantik respons DPR RI.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Tewasnya pemuda berinisial ASA (17) di Malang, Jawa Timur, akibat dikeroyok sejumlah oknum anggota perguruan silat memantik respons DPR RI.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, prihatin atas tewasnya A karena pengeroyokan oknum pesilat.
Menurut Hetifah, kekerasan seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Politisi Partai Golkar itu menyinggung peran penting hukum dan dunia pendidikan.
“Kasus kekerasan seperti ini harus menjadi perhatian serius dan ditindak tegas sesuai hukum."
"Berdasarkan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian, pelaku harus diberikan hukuman agar ada efek jera," ungkapnya, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (18/9/2024).
Diketahui, sebanyak sepuluh oknum anggota perguruan silat ditetapkan tersangka oleh kepolisian setelah mengeroyok ASA, warga Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, pada Jumat (6/9/2024) lalu.
Korban pengeroyokan sempat mengalami koma selama tujuh hari, tetapi kemudian meninggal dunia.
Hetifah mengatakan, selain penegakan hukum, peran pendidikan juga berperan penting dalam pencegahan kekerasan dan perundungan.
"Dalam konteks pendidikan, penting bagi kita untuk mengintegrasikan nilai-nilai anti kekerasan dalam sistem pendidikan melalui program seperti Merdeka Belajar Episode 25 yang berfokus pada pencegahan kekerasan dan perundungan di sekolah," tambahnya.
Seluruh jenjang pendidikan dinilai harus konsisten menerapkan nilai anti kekerasan untuk membangun karakter generasi muda yang menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian.
Baca juga: Motif 4 Pesilat di Boyolali Aniaya Remaja hingga Tewas, Dua Tersangka Masih di Bawah Umur
Hetifah menggarisbawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menangani kasus kekerasan.
Ia mengajak semua pihak, mulai dari institusi pendidikan, keluarga, hingga aparat penegak hukum, untuk bersama-sama berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.
"Penguatan regulasi, edukasi, dan penegakan hukum harus menjadi prioritas agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali," jelasnya.
Adapun perkara ini telah dilimpahkan ke Polres Malang.
Dilansir Tribun Jatim, sepuluh orang ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan ini.
Enam dari 10 tersangka masih berusia di bawah umur.
Kapolsek Karangploso, AKP Moch Sochib menjelaskan peristiwa ini terjadi sekira pukul 22.00 WIB.
Ia menjelaskan kejadian bermula dari korban membuat status WhatsApp menggunakan kaos atribut salah satu perguruan silat.
Kemudian oleh salah seorang anggota perguruan silat itu mengonfirmasi kepada korban.
"Warga PSHT klarifikasi apakah benar dirinya anggota dari perguruan itu, dan dijawab oleh korban bahwa dirinya anggota perguruan dan latihan di ranting PSHT Singosari," terang Sochib.
Sochib melanjutkan, setelah diklarifikasi secara mendetail ternyata korban merupakan 'warga gadungan' perguruan silat itu.
Kemudian oleh salah satu anggota, korban diajak latihan di lokasi kejadian sampai menjadi warga.
"Sekira pukul 18.30 WIB, korban janjian dengan Adi untuk mengikuti latihan di lokasi dan terjadi penganiayaan terhadap korban hingga tidak sadarkan diri," urainya.
Setelah tak sadarkan diri, korban selanjutnya dibawa ke Klinik Delima. Karena kondisinya lemah disarankan ke Rumah Sakit Prasetya Husada Ngijo.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Remaja 17 Tahun di Malang Dianiaya, Ngaku-ngaku Anggota Perguruan Silat, Diajak Pembuktian.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (TribunJatim.com/Luluul Isnainiyah)