Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sederet 'Dosa' Ipda Rudy Soik Menurut Polda NTT, Dipecat setelah Tangani Kasus Mafia BBM

Polda NTT mengungkap sederet 'dosa' yang dilakukan Ipda Rudy Soik sebelum dicepat setelah menangani kasus mafia BBM di Kota Kupang.

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Sederet 'Dosa' Ipda Rudy Soik Menurut Polda NTT, Dipecat setelah Tangani Kasus Mafia BBM
Kolase Tribunnews.com: Kompas.com, Poskupang.com/ Rosalia Andrela
Ipda Rudy Soik dipecat dari anggota Polri setelah ungkap kasus mafia BBM. 

Laporan itu merupakan tindak lanjut dari laporan informasi khusus nomor: R/52/VII/2024 tanggal 11 Juli 2024.

Yakni terkait hal-hal yang merugikan institusi Polri dalam proses penegakan hukum berupa pemasangan garis polisi di lokasi yang tidak terdapat atau terjadi sebuah tindak pidana saat melakukan penyelidikan.

Baca juga: Propam Polri Asistensi Kasus Ipda Rudy Soik yang Dipecat Karena Ungkap Mafia BBM

Adapun yang dilakukan Rudy Soik yakni pada saat melakukan penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM, dengan melakukan pemasangan garis polisi di dua lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.

Padahal, kata Ariasandy, di lokasi tersebut tidak ada kejadian tindak pidana dan barang bukti.

Selain itu, dalam proses penyelidikan tersebut, Rudy Soik tidak dapat menunjukkan administrasi penyelidikan sesuai dengan standar operasional prosedur penyelidikan.

Kasus itu telah disidangkan selama dua hari pada tanggal 10 dan 11 Oktober 2024.

Agenda dalam sidang tersebut adalah pemeriksaan saksi-saksi dan pembacaan tuntutan dan putusan yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Berita Rekomendasi

Dari hasil pemeriksaan saksi-saki dan barang bukti yang diajukan dipersidangan pada intinya diakui atau dibenarkan oleh Rudy Soik sebagai pelanggar maupun kuasa hukumnya.

"Rudy maupun kuasa hukumnya juga tidak mengajukan bukti atau pembelaan selain hanya meminta maaf dan mengakui adanya perbuatan yang merugikan institusi Polri," terang Ariasandy.

Selama pemeriksaan, Rudy Soik juga dinilai tidak kooperatif.

Ia bahkan keluar ruang sidang saat pembacaan tuntutan dan tidak bersedia mendengarkan tuntutan dan putusan.

Ariasandy menyebutkan, Rudy Soik telah melakukan perbuatan pelanggaran kode etik profesi Polri berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar operasional prosedur.

Selanjutnya, ketidakprofesional dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak.

Dalam hal ini, memasang garis polisi pada drum dan jeriken yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.

"Tempat dilakukan pemasangan garis polisi tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan dalam tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyelidikan," tandas Ariasandy.

Rudy Soik Soal Pemecatannya: Hal Menjijikkan

Anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Ipda Rudy Soik.
Anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Ipda Rudy Soik. (Kompas)

Sementara itu, Rudy Soik mengaku terkejut dengan pemecatannya.

Rudy Soik mengklaim, penyelidikan terkait mafia BBM itu dilakukan atas perintah pimpinannya yakni Kapolres Kupang Kota, Kombes Pol Aldinan Manurung.

Ia pun menilai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dirinya ini sebagai hal yang menjijikkan.

"Bagi saya keputusan PTDH ini sesuatu yang menjijikkan," kata Rudy kepada sejumlah wartawan di kediamannya, Jumat (11/10/2024) malam, dilansir Kompas.com.

Bahkan, Rudy Soik mengaku selalu ditekan ketika menghadiri persidangan.

Dia juga tak diberi kesempatan untuk menjelaskan rangkaian penyelidikan kasus mafia BBM yang berujung pemasangan garis polisi.

Sementara itu, sidang kode etik dengan agenda pembacaan tuntutan dan putusan terhadap Rudy Soik digelar pada Jumat pagi.

Namun, Rudy Soik tak menghadiri sidang tersebut.

"Kenapa saya tidak hadir? Karena sidang dari hari pertama itu saya sudah sampaikan ke komisi sidang agar saya tidak ditekan dan diintimidasi secara kewenangan."

"Namun, saya benar-benar ditekan saat memberikan keterangan saat itu," ungkapnya.

Rudy Soik mencontohkan, pemasangan garis polisi itu ada rangkaian cerita.

Mulai dari awal hingga terjadinya pemasangan garis polisi di rumah terduga pelaku mafia BBM, Ahmad Ansar, Kamis (27/6/2024).

Akan tetapi, pimpinan sidang kode etik hanya fokus di tanggal 27 Juni 2024, saat Rudy Soik memasang garis polisi.

Rudy Soik pun menyebut, ia tak diberi kesempatan untuk menjelaskan alasannya memasang garis polisi.

Baca juga: Ipda Rudy Soik Sebut Pemecatannya setelah Ungkap Mafia BBM Hal Menjijikkan: Saya Benar-benar Ditekan

"Mengapa saya memasang police line di tanggal 27? Itu harus dijelaskan dan pimpinan sidang harusnya meminta saya untuk menjelaskan rangkaiannya."

"Tapi saya tidak diberi ruang untuk menjelaskan alasan pemasangan police line," terangnya.

Rudy lantas menuturkan, pada 27 Juni 2024, dia menanyakan kepada pemilik rumah tempat dipasangnya garis polisi, meski saat itu tidak ada BBM dalam drum.

"Jadi saya bertanya, apakah Krimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTT) yang pada tanggal 27 itu saya pergi kamu menjelaskan kepada saya bahwa minyak (BBM) Krimsus itu ilegal."

"Dia (pemilik rumah tempat dipasang garis polisi) mengakui itu dalam sidang," tuturnya.

Rudy Soik kemudian melontarkan sejumlah pertanyaan kepada pemilik rumah tersebut.

Termasuk pertanyaan terkait pemberian uang senilai belasan juta kepada anggota polisi sebelum Rudy Soik datang.

"Saya bertanya lagi, apakah kamu memberikan uang Rp15 juta kepada anggota sebelum saya datang, dan dia mengakui itu. Saya pun menjelaskan di sidang, tapi saya di-cut. Katanya kamu jangan melebar kemana-mana," tandasnya.

Rudy Soik pun menyayangkan proses sidang kode etik yang dijalaninya tidak mencari fakta-fakta tentang mafia BBM.

Namun, seolah-olah terkesan Rudy Soik telah melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP).

Saat bertanya terkait SOP yang dilanggar, Rudy Soik justru dianggap berbelit-belit.

"Saya kan tanya, kalau seandainya saya salah dalam pemasangan police line, maka yang benar itu di mana."

"Perlihatkan kepada saya dalam aturan yang mana, supaya jelas semuanya," ujarnya.

Rudy Soik juga mengaku mengantongi surat tugas saat mendatangi rumah dua orang terduga mafia BBM tersebut.

Dia juga melaporkan rangkaian penyelidikan atas dugaan pidana itu ke atasannya Kapolresta dan Kasat Reskrim.

"Kalau saya mau jujur, jika bicara soal etika, banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum anggota Polri itu lebih buruk dari yang tertuduh kepada saya."

"Masa ini saya pasang police line terkait mafia BBM di Kota Kupang tapi kok saya bisa disidang PTDH."

"Tapi tidak apa-apa, sebagai warga negara yang taat hukum kita mengikuti prosesnya," urainya.

Karena keputusan pemecatan ini bersifat final, maka Rudy Soik akan menempuh upaya hukum lainnya yakni banding.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas