Kisah Kesabaran Densi dan Emiliana Merawat Pasien ODGJ di Kabupaten Sikka
Pengalaman empat tahun silam itu menjadi titik awal Densi merawat kelompok-kelompok rentan, termasuk para penderita gangguan jiwa.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Dari kejauhan, terdengar suara lantang Dus menjawab panggilan Densi. Sejurus kemudian, dia muncul mengenakan celana pendek tanpa memakai baju.
Mereka bersalaman dan saling menanyakan kabar. Densi kemudian mengajak Dus untuk mengecek tekanan darah.
"Harus cek dulu tekanan darahnya, pakai baju dulu," ujar Densi. Dus bergegas kembali ke rumahnya untuk mengambil kaus oblong dan mengenakannya.
“Ini baru bagus, sekarang tambah ganteng saja,” canda Densi disambut senyum dan derai tawa Dus Nong.
Setelah pengecekan tekanan darah, mereka ngobrol bersama keluarga Dus hingga kemudian mereka pulang setelah semuanya dirasa cukup.
Densi berpesan agar keluarga tetap rutin mengambil obat di Puskesmas Kewapante. Bila diperhatikan secara rutin maka Dus akan sembuh total dan beraktivitas seperti orang sehat pada umumnya.
Stigma Negatif ODGJ
Densi menuturkan, Dus pernah merantau ke Bangka Belitung pada tahun 1990, lalu pulang pada 2011. Pulang merantau, dia menunjukkan gejala seperti penderita gangguan jiwa.
Pada 2020, kata Densi, Puskesmas Kewapante meluncurkan inovasi program Sahabat Sehat. Sahabat Sehat merupakan model pelayanan kesehatan masyarakat berbasis pendekatan keluarga.
Sejak saat itu, Densi mulai tekun merawat pasien ODGJ. Namun, bukan berarti tanpa tantangan di perjalanannya.
Ia mengaku berjuang keras untuk mendekati keluarga pasien. Mulanya, keluarga enggan menerima para tenaga kesehatan.
Ada kekhawatiran aib keluarga akan terbongkar saat tenaga kesehatan diberi kesempatan untuk merawat ODGJ.
“Kita dekati keluarga tapi mereka masih ragu-ragu, semacam ada yang sembunyikan sesuatu,” kata Densi.
Setelah melakukan pendekatan secara rutin, keluarga mulai terbuka kepada tenaga kesehatan untuk merawat anggota keluarga mereka yang menderita gangguan jiwa.