Kasus Supriyani Membuat Para Guru Kini Takut Dipidana Orang Tua Murid, Kualitas Pendidikan Bahaya
Perkara pidana yang menjerat Supriyani kini membuat banyak guru takut, kata Abdul Halim Momo, Ketua PGRI Sulawesi Tenggara.
Editor: Hasanudin Aco
Aparat penegak hukum, kata Asep, semestinya juga mengutamakan prinsip keadilan restoratif saat menangani persoalan semacam ini.
Prinsip keadilan restoratif merujuk pada upaya penegak hukum mendamaikan terduga pelaku dan terduga korban.
“Ini bisa diselesaikan dengan melibatkan orang tua murid, guru, dan pihak sekolah,” ujarnya.
Apa kata polisi?
Kepolisian membuat klaim mereka telah berupaya menyelesaikan kasus Supriyani di luar mekanisme hukum.
Juru Bicara Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Iis Kristian, bilang bahwa Polres Baito sudah lima kali mempertemukan Supriyani dan Wibowo Hasyim.
Namun, kata Iis, perdamaian di antara dua pihak itu tidak terwujud.
“Penyidik juga berharap kasus ini bisa berakhir dengan damai,“ ujarnya.
Menurut Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2 pada regulasi itu, kepolisian dapat menghentikan proses penyelidikan atau penyidikan jika pelaku dan korban sepakat berdamai.
Pada 28 Oktober lalu, misalnya, Polres Bombana di Sulawesi Tenggara mendamaikan guru dan orang tua murid dalam kasus dugaan penganiayaan di SD Negeri 27 Kecamatan Rumbia.
Guru di sekolah itu yang diduga melakukan kekerasan mengajukan permintaan maaf kepada keluarga murid. Kata maaf itu diterima dan Polres Bombana menutup kasus itu secara kekeluargaan.
Iis menyangkal pihaknya mengabaikan prinsip keadilan restoratif tersebut. Salah satu buktinya, kata dia, Polsek Baito tidak menahan Supriyani.
“Kami ingin mendamaikan, tapi kalau mereka tidak mencapai titik temu, kami harus bagaimana,” kata Iis.
Penyidik Polsek Baito lantas melanjutkan perkara ini. Mereka mengajukan berkas penyidikan ke jaksa penuntut umum.