Susno Duadji Kuliti 3 Kesalahan Jaksa di Kasus Guru Supriyani, Sebut Surat Tuntutan 'Pateng Pletot'
Eks Kabareskrim Polri, Susno Duadji memberikan pandangannya terkait tuntutan bebas yang dilayankan kepada guru honorer Supriyani.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Eks Kabareskrim Polri, Susno Duadji memberikan pandangannya terkait tuntutan bebas yang dilayankan kepada guru honorer, Supriyani.
Perlu diketahui sebelumnnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut bebas Supriyani atas kasus dugaan penganiayaan kepada murid di sekolahnya.
Pembacaan tuntutan bebas dilakukan oleh Kepala Kejari Konawe Selatan, Ujang Sutisna yang juga selaku JPU pada Sidang lanjutan di PN Andoolo Konawe Selatan, Senin (11/11/2024) kemarin.
Susno dalam kesempatannya menguliti tiga kesalahan jaksa dalam kasus Supriyani.
Pertama menurutnya, jaksa sudah sejak awal salah menerima berkas kasus ini.
"Dari awal jaksa telah melakukan tiga kesalahan di dalam menegakkan keadilan. Pertama menerima berkas perkara supriani," katanya, dikutip dari kanal YouTube NusantaraTV, Rabu (13/1//2024).
Susno menilai tidak adanya bukti yang menunjukkan Supriyani melakukan pemukulan terhadap murid di sekolahnya.
Namun malah sebaliknya, bukti terbut 'membela' Supriyani.
Baca juga: Usai Dituntut Bebas, PGRI Sultra Berharap Hakim Vonis Bebas Supriyani, Abdul Halim: Tanpa Syarat
"Justru alat bukti yang ada menunjukkan Supriyani tidak melakukan yang disangkakan oleh penyidik," tegas Susno.
Susno melanjutkan, kesalahan kedua terjadi ketika jaksa melakukan penahanan kepada Supriyani usai ditetapkan tersangka.
Meskipun pada akhirnya, Supriyani dibebaskan melalui mekanisme penangguhan penahanan.
"Kesalahan ketiga ya ini, buat tuntutan yang agak aneh," lanjutnya.
Alasan tuntunan bebas dinilai aneh
Susno melanjutkan, sebetulnya jaksa menuntut bebas bukan hal baru.
Sudah terjadi beberapa kali dalam kasus jaksa memberikan tuntutan bebas kepada terdakwa.
Menurut Susno jaksa tidak diharamkan melakukan hal tersebut.
"Itu tidak diharamkan, dihalalkan oleh hukum acara kita. Penyidik boleh menghentikan penyidikan bahkan Jaksa boleh menghentikan penuntutan, bahkan Jaksa boleh menuntut bebas untuk keadilan itu nuntut bebas itu tidak aneh," urainya.
Susno menyebut, keanehan dalam tuntunan bebas Supriyani terletak di alasannya.
Jaksa meyakini perbuatan Supriyani menganiaya muridnya benar terjadi, namun tidak ada mens rea (niat jahat).
"Anehnya yang kita tidak terima itu adalah alasannya alasannya."
"Kalau mau dibebaskan sekali saja langsung saja dikatakan perbuatannya tidak terbukti, maka dia harus bebas seharusnya Jaksa bisa melakukan itu," ucapnya.
Susno juga mengkritik penyusuan isi tuntuan yang dinilai berantakan.
"Ini gimana pateng pletot (berantakan) kalau begitu cara dia membuat surat tuntutan. Ya wajar aja (kasusnya berlarut-larut, red)," tegasnya
Baca juga: 5 Populer Regional: Fakta Baru Kasus Guru Supriyani - Gadis Jadi Tersangka usai Dikirimi Video Syur
Kunci kebebasan Supriyani ada di hakim
Susno dalam kesempatannya berharap kesalahan yang jaksa dilakukan bisa diperbaiki oleh hakim.
"Hakim mengatakan dalam persidangan itu fakta hukum terhadap dakwaan itu tidak terbukti justru yang terbukti bahwa terdakwa tidak melakukan perbuatan yang didakwahkan maka Hakim akan memutus dengan bebas murni," timpalnya.
"Silakan Jaksa menuntut bebas kayak gitu-gitu, tapi hakim menuntut bebas murni," tambah Susno.
Terakhir Susno mendukung pihak Supriyani untuk mengajukan pledoi
Pledoi berguna untuk membersihkan tuntutan bebas yang sudah dijatuhkan.
Jaksa cari aman?
Kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan buka-bukaan terkait tuntutan bebas yang dilayangkan kepada kliennya.
Andri menegaskan, tuntutan untuk Supriyani bukanlah tuntutan bebas.
"Bukan tuntutan bebas ya, jadi dia (JPU) menuntut lepas dari segala tuntutan hukum," katanya, dikutip dari kanal YouTube NusantaraTV, Rabu (13/1//2024).
Andri menyebut, JPU menganggap bahwa Supriyani melakukan perbuatan pemukulan, tapi bukan tindakan pidana.
Di matanya, tuntutan bebas yang diberikan, agar posisi JPU aman di mata publik.
"Kalau menilai bahwa sepertinya jaksa cari aman saja."
"Karena di satu sisi dia menyatakan Supriyani terbukti melakukan perbuatan (pemukulan), tapi di sisi lain dia menuntut bebas," lanjutnya.
Pada akhirnya, Andri menilai tuntutan bebas JPU memiliki keanehan.
Kejanggalan tersebut berasal dari pertimbangan JPU untuk menuntut bebas Supriyani.
"Aneh ya karena kalau kami lihat pertimbangannya bahwa, kenapa dia menuntut lepas."
"Menuntut lepas karena menurut Jaksa tidak ada mens rea niat jahat di situ terhadap apa yang dilakukan Supriyani."
"Menurut kami tuntutan JPU yang menyatakan Supriyani melakukan pemukulan itu itu cuma berdasarkan asumsi," urainya.
Baca juga: Peran Iptu Idris dalam Kasus Supriyani, Dicopot dari Jabatan Kapolsek Baito, Diduga Minta Uang Damai
Keragu-raguan jaksa
Andri kemudian menyoroti jalannya sidang dari awal hingga pembacaan tuntutan.
Ia menyebut, selama sidang jaksa kokoh dalam pendiriannya menyebutkan kejadian pemukulan terjadi pada jam 10.
Namun ketika saksi-saksi dihadirkan, waktu tersebut berubah-ubah.
"Di persidangan anak-anak ini semua berubah keterangannya, jadi ada yang mengatakan anak korban (pemukulan terjadi pada) jam 08.30."
"Kemudian ada yang menyatakan jam 10, ada saksi yang menyatakan tidak tahu," katanya.
Ia menilai, jaksa kebingungan menentukan waktu kejadian.
Namun pada akhirnya, jaksa meyakini kejadian dalam rentan waktu jam 10.00.
"Nah ini kan keragu-raguan yang kami lihat bahwa Jaksa sebenarnya tidak bisa memetakkan dengan jelas kapan (kejadian pemukulan)."
"Jaksa cuma mendasarkan keterangan anak yang di dalam BAP itu semua serentak mengatakan jam 10.00," papar Andri.
Andri juga menyoroti jaksa tidak bisa menguraikan secara jelas kronologi Supriyani dituding melakukan pemukulan kepada murid di sekolahnya.
"Jaksa meyakini bahwa pada saat kejadian pemukulan, tiba-tiba Supriyani masuk ke kelas korban dan langsung memukul. Nah ini memang tuntutan yang absurd menurut kami," tegasnya.
Atas tuntutan bebas ini, Andri akan mengajukan pledoi yang akan disampaikan dalam sidang pada Kamis (14/11/2024) besok.
(Tribunnews.com/Endra)