Psikolog Sebut Agus Buntung Pakai Trik Manipulasi Emosi untuk Dekati Korbannya
Kabarnya telah ada 13 perempuan yang jadi korban dari mahasiswa yang kerap disapa Agus Buntung ini di NTB.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muncul satu pertanyaan besar bagi banyak kalangan.
Bagaimana seorang pria disabilitas tanpa lengan bisa melakukan dugaan pelecehan seksual?
Itulah yang kini sedang dialami pria berinisial IWAS (21).
Kabarnya telah ada 13 perempuan yang jadi korban dari mahasiswa yang kerap disapa Agus Buntung ini di NTB.
Mirisnya dari 13 orang perempuan tersebut ternyata ada anak yang masih di bawah umur.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Joko Jumadi, Selasa (3/12/2024).
Joko menyebut kekerasan seksual yang diduga dilakukan Agus Buntung pertama terjadi pada 2022 dengan korban satu anak.
Kasus-kasus yang lain disebut terjadi pada tahun 2024.
Berdasarkan keterangan korban, Agus Buntung meski tak punya lengan melakukan kekerasan seksual dengan modus komunikasi verbal yang dapat memengaruhi psikis.
"Untuk yang anak-anak tiga orang, itu modusnya dipacarin. Apakah sudah disetubuhi atau tidak? Wallahualam," kata Joko.
Tak hanya itu, Joko juga mendengar isu ada satu korban Agus Buntung yang diduga sampai hamil.
Para korban mengurai nasib pilu yang dialami.
"Ada yang memang sampai persetubuhan, ada juga yang baru proses percobaan (pelecehan). Ada yang sudah sampai dibawa ke homestay kemudian korbannya lari. Tapi memang ada yang sampai tahap pelecehan seksual fisik paripurna artinya persetubuhan," kata Joko Jumadi.
"Korban menyampaikan, semuanya modusnya sama, (pelaku) memanipulasi keadaan. Yakni mengambil informasi dari korban, kemudian informasi yang sifatnya rahasia dan keadaan tertentu dari korban yang bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk itu (pengancaman guna pelecehan)," sambungnya.
Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTB sudah menetapkan Agus Buntung sebagai tersangka.
Kini Agus berstatus tahanan rumah dengan alasan ia merupakan disabilitas.
Trik Psikologis?
Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) NTB Lalu Yulhaidir mengatakan penyandang disabilitas tidak menutup kemungkinan untuk melakukan kekerasan seksual terhadap seseorang.
Hal tersebut disebabkan berbagai hal.
Misalnya pelaku memiliki kontrol diri yang lemah.
Terlebih, kata Haidir, pelaku pernah menjadi korban perundungan pada saat usia anak-anak menjadi penyebab pelaku melakukan hal-hal nekat seperti pelecehan seksual.
"Kalau berbicara sikoseksual individu disabilitas dan non disabilitas sama, tidak ada perbedaan hanya saja yang membedakan disabilitas agak terhambat dalam puberitas, seks education," kata Haidir, Senin (2/12/2024).
Haidir mengatakan bahkan pelaku untuk menggaet para korbannya bisa melakukan manipulasi emosi, dimana pelaku menawarkan kepada korban keahlian-keahlian tertentu.
Dir Reskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, Agus saat mengajak korbannya menawarkan keahlian bisa mensucikan korban yang pernah melakukan hubungan seksual bersama kekasihnya.
"Pelaku menyampaikan kepada korban, kamu (korban) berdosa, kamu harus disucikan, kamu harus mandi kalau tidak aibmu akan saya bongkar dan sampaikan kepada orang tuamu," kata Syarif mengutip kalimat yang disampaikan Agus kepada korban, Senin (2/12/2024).
Syarif mengatakan korban sempat menolak, namun karena pelaku mengancam akan membuka aibnya akhirnya korban mau, pelaku kemudian mengajak korban menuju salah satu home stay dengan menggunakan sepeda motor korban.
Pengakuan Korban
Terhadap seorang korbannya, Agus disebut-sebut menawari melakukan ritual mandi wajib untuk menghilangkan keburukan namun justru berakhir merudapaksa.
Hal ini disampaikan pendamping korban dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB, Rusdin Mardatillah.
Rusdin mengatakan aksi itu bermula saat Agus mendekati korban pada 7 Oktober 2024, saat keduanya sama-sama berada di Taman Udayana.
Menurut pengakuan korban, kata Rusdin, Agus berulang kali mengancam akan membongkar aib korban ke orang tua, meski korban menolak melakukan ritual mandi wajib.
"Berkali-kali korban menolak, namun IWAS terus mengancam kalau korban tidak patuh, maka hidupnya bakal hancur dan seluruh keburukan korban akan dibongkar ke orang tua," kata Rusdin dalam keterangannya, Selasa (3/12/2024), dilansir TribunLombok.com.
Setelahnya, lanjut Rusdin, korban pun terpaksa menurut dan menuju sebuah homestay bersama Agus Buntung.
Tiba di homestay, Agus Buntung memaksa korban untuk membayar biaya kamar.
Rusdin menuturkan, saat di kamar, Agus Buntung juga melucuti pakaian dalam korban menggunakan kaki kanannya.
"Korban dipaksa membuka pakaian, dan pakaian dalam korban dibuka paksa oleh terlapor (Agus) menggunakan kaki kanannya," tutur Rusdin.
Lebih lanjut, Rusdin mengatakan Agus terlihat seperti sedang membaca mantra saat terjadi persetubuhan dengan korban.
Hal itu disebutkan Rusdin semakin membuat korban takut.
"Sekitar tiga menit berlalu, korban mendorong tubuh terlapor dan berlari ke arah kamar mandi, menangis, dan berupaya menenangkan diri," jelas Rusdin.
Kronologi Versi Agus Buntung
Sementara itu, Agus Buntung memberikan keterangan berbeda soal tudingan rudapaksa yang menjeratnya.
Ia mengaku hal itu bermula saat dirinya meminta tolong kepada seorang wanita, untuk mengantar ke kampus.
Tetapi, menurut Agus, ia justru dibawa ke sebuah homestay di Kota Mataram.
Saat di kamar, Agus mengaku pakaiannya langsung dilucuti oleh si wanita.
Setelahnya, aku Agus, si wanita menelepon seorang temannya, hingga kemudian terjadi persetubuhan.
Saat itulah Agus merasa dirinya dijebak.
"Setelah saya sampai homestay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya," ungkap Agus, Minggu (1/12/2024).
"Tapi, yang membuat saya tahu kasus ini jebakan, pas dia nelepon seseorang. Di situ saya nggak berani mau ngomong," lanjutnya.
Agus mengaku selama kejadian itu dia tidak berani berteriak lantaran malu.
Sebab, ia sudah telanjur tak berbusana.
Meski demikian, Agus menyebut tidak ada ancaman dari si wanita saat kejadian.
"Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik. Saya diam saja selama di dalam homestay."
"Saya takut buat teriak, karena sudah telanjang. Saya yang malu kalau saya teriak," ungkapnya.
Agus pun memastikan ia tidak melakukan rudapaksa seperti yang dituduhkan.
Pasalnya, selama menjalankan kegiatan sehari-hari, apalagi makan, membuka baju, dan buang air, ia dibantu oleh orang tua.
Hal serupa juga turut disampaikan oleh ibu Agus, I Gusti Ayu Aripadni.
"Kondisinya tidak bisa dia lakukan apa-apa sendiri, harus saya bantu. Seperti buang air kecil dan makan juga," ucap Ayu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.