Bidan Pelaku Jual Beli Bayi di Yogyakarta Pernah Jadi Ketua RW, Sifatnya Buat Warga Pilih Jaga Jarak
Sosok bidan DM, tersangka kasus jual beli bayi di Yogyakarta dikenal memiliki watak keras dan egonya cukup tinggi. Hal itu buat warga jaga jarak.
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Sosok bidan DM, tersangka kasus jual beli bayi di Yogyakarta dikenal memiliki watak keras dan egonya cukup tinggi.
Hal tersebut membuat warga Kampung Demakan Baru, Kelurahan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, memilih menjaga jarak dengan sosok bidan yang pernah dihukum dalam kasus yang sama tersebut.
Diketahui dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) polisi menetapkan dua orang bidan sebagai tersangka.
Keduanya masing-masing berinisial JE (44) dan DE (77).
JE merupakan karyawan dari bidan DM.
Baca juga: Dua Bidan Tersangka Penjualan Bayi di Yogyakarta, Modus Operandi Terungkap
JE dan DM mengelola klinik bersalin di Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekaligus menjadi tempat tinggal atau rumah bidan DM bersama keluarganya.
Menurut warga sekitar, bidan DM sudah lama menempati rumah tersebut.
Rio (24), warga yang tinggal di dekat klinik mengaku dirinya sudah mengenal bidan DM sejak dirinya masih kecil.
DM memang dikenal warga karena pernah menjadi Ketua RW.
"Dulu pas saya SMA sempat jadi ketua RW, saya berurusan (dengan tersangka) pas ngurus KTP," kata Rio saat ditemui di sekitar lokasi, Kamis (12/12/2024).
Baca juga: Cara 2 Bidan Dapatkan Bayi Kemudian Dijual dengan Harga hingga Rp85 Juta di Yogyakarta
Rio pun mengungkap klinik DM sudah ada sejak dirinya kecil.
Rio sebatas tahu tempat tersebut untuk ibu hamil melahirkan.
"Saya malah baru tahu. Klinik itu sudah lama sekali, sejak saya kecil sudah ada. Pokoknya, cuma tempat kelahiran aja," ucapnya.
Ketua RW 09 Kampung Demakan Baru, Ahmad Affandi mengungkap sebelum menempati rumah itu, klinik bersalin Bidan DE berada di pinggir jalan.
Baca juga: 5 Info Bidan Jual 66 Bayi di Yogyakarta: Modus, Harga Bayi hingga Trik Pelaku Mendapatkan Bayi
"Dulu dia (Bidan DE) sempat ngontrak di pinggir jalan, terus pindah di rumah itu. Sedangkan JE itu domisili di Jalan Wates dan sudah buka praktik sendiri. Tapi kalau di sini ramai, maka Bidan JE akan dipanggil untuk diperbantukan," kata Affandi kepada Tribunjogja.com, Sabtu (14/12/2024).
Pantauan Tribunjogja.com Sabtu (14/12/2024), rumah bersalin itu berada di sebuah gang bernama Gang Teratai, RW 09/RT 34, Kampung Demakan Baru, Kelurahan Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
Suasana gang tersebut cukup sepi dan sempit, sekira hanya bisa dilewati satu mobil.
Rumah bercat putih itu memiliki dua lantai.
Pagar besi warna putih terpasang cukup tinggi di lantai bawah.
Di teras rumah itu terlihat ada kursi panjang dan televisi tabung, seperti ruang tunggu klinik pada umumnya.
Papan bertuliskan kata "Tutup" terpasang di dinding rumah itu, akan tetapi pelang nama klinik sudah tidak terpasang di sana.
Pagar dan pintu di rumah tersebut tertutup rapat. Meski tidak terlihat aktivitas di rumah itu, tetapi samar-samar terdengar suara-suara orang dari lantai dua.
Lantai dua rumah itu cukup asri karena banyak pot tanaman yang menghiasi sekeliling pagar.
Bidan DM Pernah Jadi Ketua RW dan Sosok Egois
Affandi mengaku mengenal bidan DM karena sebelumnya pernah menjadi Ketua RW.
"Saya agak mengenal Bidan DE itu saat dia menjadi Ketua RW. Dia menjadi Ketua RW sekitar tiga tahun pada 2018 sampai 2021. Saat itu saya jadi Ketua RT," ungkap Affandi kepada Tribunjogja.com, Sabtu (14/12/2024).
Dia mengatakan bidan DM dikenal memiliki karakter yang keras dan egonya cukup tinggi.
Sehingga, warga sekitar memilih menjaga jarak.
Bahkan ketika kasus Bidan DE dan JE terkuak, warga sekitar cenderung bereaksi cukup sarkas dan menyerahkan semuanya ke pihak berwajib.
"Di grup WA , warga cuma komen 'Ora Kapok-kapok (tidak juga jera). Tapi responsnya biasa saja, karena warga sudah tahu wataknya seperti itu," ucapnya.
Beradarkan informasi yang didapat dari warga, klinik bersalin bidan DE sempat ditutup.
Saat itu, papan nama klinik sempat ditutp pakai kain.
"Tapi kurang tahu sejak kapan buka lagi. Dan setelah ditangkap, sekarang papannya sudah dicopot," katanya.
Saat proses penangkapan Bidan DE, Affandi mengaku didatangi pihak kepolisian untuk menjadi saksi.
Peristiwa itu terjadi sekitar Rabu (4/12/2024) pekan lalu.
"Saya dipanggil untuk menyaksikan penangkapan di TKP. Saat saya sampai di sana sudah banyak polisi yang berkumpul," ucapnya.
Affandi pun mengaku dirinya sempat menemui dan duduk bareng dengan tersangka dan polisi.
Namun, untuk mengurangi suasana keramaian, dirinya selaku pengurus wilayah RW berinisiatif untuk menyelesaikan kasus tersebut kepada polisi.
"Sehingga mereka dibawa ke kantor polisi agar warga tidak mendengar suara-suara," ujarnya.
Lebih lanjut, Affandi mengaku akan lebih meningkatkan sinergi dan kerja sama bersama Ketua RW setempat untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang.
Pihaknya pun mengaku bakal meningkatkan kewaspadaan dan mengecek setiap usaha atau homestay yang beroperasi di wilayahnya.
"Untuk mengantisipasi hal-hal melanggar hukum terjadi di wilayah ini, kami akan selalu waspada dan hati-hati serta mengontrol apabila ada orang asing masuk maupun ngontrak di sini. Tidak hanya finansial saja yang dipikirin tapi keamanan dan kenyamanan serta kedamaian wsrga RW 09 juga diutamakan ke depan," ujarnya.
Tak Memiliki Izin Praktik
Bidan DM dan JE diketahui tidak mengantoni Surat Izin Praktik (SIP) sebagai bidan.
Karena tak mengantongi surat izin praktik, keduanya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kebidanan
Berdasarkan temuan polisi, JE dan DM sudah melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama 14 tahun.
Aksi keduanya pertama kali terjadi pada tahun 2014.
Keduanya terus menjual bayi hingga tahun 2024.
Tahun ini, tercatat ada beberapa transaksi yang dilakukan.
Kombes FX Endriadi membeberkan, total ada 66 bayi dijual selama karier kejahatan JE dan DM.
Adapun rinciannya, berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 dan bayi perempuan 36.
Serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.
Semua transaksi dicatat secara rapi di buku terlangka.
"Berdasarkan hasil sementara pemeriksaan dari penyidik kami, diketahui dari kegiatan kedua tersangka tersebut, telah mendapatkan data sebanyak 66 bayi," kata Kombes FX Endriadi dilansir dari Tribunjogja.com.
"Data terakhir yang disepakati untuk bayi perempuan Rp55 juta dan bayi laki-laki Rp60 sampai Rp65 juta," lanjut dia.
Dalam menjalankan praktik ilegalnya, bidan JE dan DM berpura-pura ingin mengadopsi bayi berasal dari orang tua yang tak menghendaki kelahiran anak.
Rata-rata 66 bayi hasil hubungan gelap di luar nikah.
Keduanya kemudian melakukan proses adopsi tidak sah secara prosedural serta tanpa dilengkapi dokumen administrasi sesuai peraturan.
Setelah mendapatkan, bayi kemudian dijual kepada orang lain.
JE dan DM menjalankan bisnis TPPO hampir ke seluruh wilayah Indonesia.
"Dalam dan luar Kota Yogyakarta termasuk ke berbagai daerah seperti Papua, NTT, Bali, Surabaya dan lain-lain," ujar Kabid Humas Polda DIY Kombes Nugroho Arianto.
Atas perbuatannya Bidan JE dan DM kini terancam mendekam di balik jeruji besi dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.
Keduanya disangkakan Pasal 83 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 76F Perlindungan Anak.
(Tribunjogja.com/ Dewi Rukmini/ Miftahul Huda)
Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Kesaksian Pak RW Tempat Bidan Penjual Bayi di Jogja Tinggal