Benarkah Saat Ini Sedang Terjadi Kepunahan Massal Keenam di Bumi?
Peristiwa kepunahan massal Keanekaragaman hayati sepanjang sejarah di Bumi telah terjadi lima kali.
Editor: Hendra Gunawan
Kepunahan vertebrata semakin cepat Sekarang, Ceballos dan timnya kembali dengan studi lain dan wawasan baru mereka tidak lagi optimis.
Kali ini, para peneliti mengatakan tingkat kepunahan di masa depan mungkin telah diremehkan sampai saat ini.
Tingkat kepunahan vertebrata yang cepat yang kita saksikan diperkirakan akan meningkat tajam di masa depan.
Dalam studi tersebut, tim menggunakan data dari Daftar Merah Spesies Terancam Punah IUCN dan Birdlife Internasional untuk memeriksa populasi hewan vertebrata yang dianggap berada di ambang kepunahan.
Setelah kehilangan sebagian besar jangkauan geografisnya, dan sekarang terdiri dari kurang dari 1.000 hidup individu di seluruh dunia
Dalam penelitian yang telah dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), mereka memeriksa data 29.400 spesies vertebrata darat.
Para peneliti mengidentifikasikan 515 spesies dengan populasi di bawah 1.000 ekor dan sekitar setengahnya hanya tersisa kurang dari 250 ekor.
Sebagian besar mamalia, burung, reptil dan amfibi ditemukan berada di daerah tropis dan subtropis. Para ilmuwan menemukan bahwa 388 spesies vertebrata darat memiliki populasi di bawah 5.000 ekor.
Sebagian besar, sekitar 84 persen hidup di wilayah yang sama dengan spesies dengan populasi di bawah 1.000 ekor, menciptakan kondisi untuk efek domino.
Georgina Mace, dari University College London, mengatakan analisis baru ini menekankan kembali beberapa fakta mengejutkan tentang sejauh mana populasi vertebrata telah berkurang di seluruh dunia oleh aktivitas manusia.
Para peneliti mengatakan temuan mereka dapat membantu upaya konservasi dengan menyoroti spesies dan wilayah yang membutuhkan perhatian paling mendesak.
"Penelitian (kepunahan massal satwa liar di Bumi) ini memberikan bukti lain bahwa krisis keanekaragaman hayati semakin cepat," kata Profesor Andy Purvis, di Museum Sejarah Alam di London. (Kompas.com/Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas/Kontributor Sains, Monika Novena)