Fakta-fakta Terbaru Pasca Tsunami Selat Sunda: Korban Meninggal Mencapai 373 orang
Pasca tsunami di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018), pemerintah melakukan penyelidikan. Selain itu PVMBG merekomendasikan pemasangan alat pemantau.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tsunami telah menerjang kawasan Selat Sunda tepatnya wilayah Banten dan Lampung pada Sabtu (22/12/2018) pukul 21.27 WIB.
Pasca tsunami yang menerjang Selat Sunda pemerintah membentuk tim untuk melakukan penyelidikan mengenai penyebab terjadinya tsunami.
Sementara, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan pemasangan alat pemantau di sekitar Gunung Anak Krakatau.
Tsunami yang melanda kawasan tersebut telah menelan ratusan korban jiwa dan ribuan orang mengungsi.
Berikut fakta terbaru pasca tsunami di Selat Sunda dikutip dari berbagai sumber, Selasa (25/12/2018).
1. Pemerintah bentuk tim untuk lakukan penyelidikan
Pemerintah membentuk tim yang melibatkan para ahli dari berbagai instansi seperti BPPT, LIPI, BMKG, BIG, LAPAN, Pushidros TNI-AL dan Kementerian ESDM untuk melakukan penyelidikan terkait penyebab tsunami.
Penelitian atau penyelidikan tersebut penting dilakuka untuk menghindari bermacam spekulasi yang berkembang di masyarakat.
“Bahwa ini bukan tsunami karena gempa vulkanik, tapi karena longsor seluas 64 hektar dari gunung anak Krakatau,” kata Luhut dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/12/2018) malam dikutip dari Kompas.com.
Sementara ini para ahli menganalisis penyebab tsunami mengarah pada terjadinya flank collapse/longsoran Anak Gunung Krakatau.
Adanya material yang lepas dalam jumlah banyak di lereng terjal yang dipicu oleh tremor dan curah hujan tinggi.
Sumber data analisa berupa seismogaf, tide gauge, citra satelit, dan data interferometri 64 hektar.
Tim akan melakukan survei geologi kelautan dan bathymetri di komplek Anak Gunung Krakatau setelah situasi dirasa aman dan memungkinkan untuk membuktikan teori tersebut.
“Sekarang mau kita bikin kapal mau lihat ke sana belum bisa kan karena cuaca masih jelek, mungkin (dapat diberangkatkan) setelah tanggal 25 Desember, mungkin 27 atau 28, pakai Kapal Baruna Jaya untuk lihat lagi peta di bawah lautnya,” lanjut Luhut.