5 Fakta Unik Hari Raya Galungan di Bali, Tradisi Ngejot hingga Aneka Budaya di Tiap Daerah
Berikut ini rangkuman fakta unik tradisi Galungan dan Kuningan di Bali tradisi ngejot yang masih terjaga.
Penulis: Bunga Pradipta Pertiwi
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Berikut ini rangkuman fakta unik tradisi Galungan dan Kuningan di Bali dari menyembelih babi hingga tradisi ngejot yang masih terjaga.
TRIBUNNEWS.COM - Ada tradisi unik di bagi umat Hindu di Bali saat perayaan Galungan.
Hari Raya Galungan dipercaya sebagai hari kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan).
Dilansir dari TribunBali, Galungan dirayakan setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali, tepatnya pada hari Rabu Kliwon Wuku Dunggulan.
Baca: Saat Rayakan Hari Raya Galungan, 27 Warga Batuan Kaler Keracunan Makanan Dirawat di RS Sanjiwani
Selain itu, Galungan berkaitan erat dengan hari besar lainnya yakni Hari raya Kuningan.
Tiap daerah di Bali memiliki ciri khas tersendiri, dan terdiri atas beberapa rangkaian.
Berikut ini rangkuman fakta unik tradisi Galungan dan Kuningan di Bali yang telah dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber pada Rabu (26/12/2018).
1. Tape Ketan dan Dodol Bertebaran
Hari Raya Galungan selalu identik dengan tape ketan atau biasa disebut sebagai tape Galungan dan dodol.
Dilansir dari TribunBali, tape ketan biasanya dibuat saat penyekeban atau tiga hari sebelum galungan.
Untuk proses fermentasi menggunakan ragi dan bawang putih supaya tapi memilik ciri khas tersendiri.
Daun pisang digunakan sebagai wadah untuk pinggiran tape, kemudian wadah tersebut dibuka saat penampahan Galungan.
Untuk memberi warna hijau pada tape, daun yang digunakan yakni daun suji atau daun katuk.
Selain tape ketan, makanan lain yang biasa ditemukan saat Galungan ialah dodol.
Biasanya dodol dibuat menggunakan ibjin atau ketan hitam.
Namun kini sudah banyak dijumpai dodol dengan aneka warna dan rasa yang bervariasi, meski begitu ciri khas yang sama dari dodol ini ialah rasa manis dan kenyalnya.
Saat Galungan, dodol digunakan sebagai sarana membuat banten.
2. Memotong Babi saat Penampahan Galungan
Selasa (25/12/2018) kemarin merupakan Penampahan Galungan, masyarakat Hindu di Bali biasanya menyembelih babi atau ayam.
Menurut Wakil Ketua PDHI Bali, Pinandita Ketuk Pasek Swastika memotong babi saat pemampahan memiliki makna untuk mengalahkan sad ripu atau enam sifat manusia, seperti dilansir dari TribunBali.
Selain itu juga menjadi simbol untuk mengalahkan Rajas-Tamas menjadi kebaikan.
"Babi itu niyasa dari sifat rajas-tamas itu. Sebenarnya, sangat bagus bila tidak sampai mengorbankan hewan kalau kita hubungkan dengan ajaran Ahimsa.
Memotong hewan korban baik babi dan atau ayam itu niyasa mengalahkan Rajas-Tamas," ujar Pinandita.
Sebagian dari hasil korban itu dinikmati dan tidak lupa menghaturkannya kepada Tuhan karena semuanya itu ciptaan-Nya.
"Memotong babi wajib saat penampahan kalau terkait dengan Galungan," tambah Pinandita.
Saat memotong babi, masyarakat akan bergotong royong dalam mebersihkan hingga membagi daging atau biasa disebut dengan mepatung.
Nantinya daging babi ini akan diolah menjadi aneka sarana upakara dan juga hidangan seperti lawar, sate, kemoh, timbungan, maupun urutan.
3. Penjor jadi Hiasan yang Wajib Dipasang
Di pekan Galungan ini jalanan Bali tampak cantik dengan hiasan penjor alias bambu dengan hiasan janur yang berderet.
Dilansir dari laman yang sama, penjor merupakan lambang Bhatara mahadewa yang berstana di Gunung Agung atau Bhatara Siwa.
Penjor-penjor tersebut ditancapkan di depan pintu masuk saat penampahan sore agar saat Galungan masih dalam keadaan segar.
Ada yang unik dari penjor di kawasan Banjar jambe, Desa Kerobokan, Kuta Utara Selasa (25/12/2018).
Penjor di kawasan ini dibuat setinggi 16 meter, menurut salah satu warga, I Gede Wira Kusuma waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penjor ini sekitar 1,5 bulan.
"Kira-kira 1,5 bukan untuk menyelesaikan penjor ini. kalau sendirian bisa 3 bulan," ujar Gede sambil tertawa.
Para pemuda bergotong royong dalam membuat penjor.
"Setiap kali akan Galungan para teruna di sini saling bantu buat penjor," ungkap Gede.
Ia menceritakan biaya membuat penjor ini sekitar 2,5 juta.
Setiap Galungan dia membuat penjor dengan ukuran yang sama namun motifnya yang berbeda.
Ngejot berarti memberi atau berbagi pada orang lain.
Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang Galungan hingga pada Hari Raya Galungan.
Seperti di lansir dari TribunBali, Biasanya yang di-jot-kan berupa buah, jajan, maupun olahan daging saat penampahan.
Tradisi ini juga semakin mempererat persaudaraan.
Selain ngejot kepada sesama, di daerah Buleleng juga ada ngejot punjung ke setra saat Galungan.
Ngejot punjung ini dilakukan dengan membawa sodaan ke makam keluarga di setra.
5. Tradisi Berbeda Tiap Daerah
Dilansir dari Kompas.com, ada beberapa tempat melihat upacara khas Galungan dan Kuningan.
Di Pura Petilan, Desa Kesiman, Denpasar, kamu bisa melihat upacara Pengerebongan yang menghadirkan tradisi ngurek.
Ini adalah tradisi semacam debus, dengan cara menusuk diri dengan keris saat berada dalam kondisi trance.
Di Desa Timrah, Kabupaten Klungkung, terdapat tradisi Perang Jempana.
Jempana atau tandu yang membawa usungan sesajen dan simbol dari dewata diarak ke pura untuk didoakan.
Keseruan terjadi di jalanan, ketika para pengarak jempana saling beradu.
Mereka larut dalam suasana trance dengan iringan gamelan yang mengentak.
Saat Kuningan, beberapa tempat yang bisa Anda datangi antara lain Pura Sakenan (Pulau Serangan) dan Desa Menggu (Mengwi, Denpasar).
Di Desa Menggu terdapat tradisi Motekan, yakni beradu tongkat setinggi tiga meter.
(Tribunnews.com / Bunga)