Polemik Pembebasan Baasyir dengan Syarat Akui Pancasila dan Tanggapan Sejumlah Pihak
Rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir menjadi polemik yang mendapat banyak tanggapan dari sejumlah pihak.
Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Fathul Amanah
Bersedia menandatangani perjanjian tersebut berarti Baasyir mengakui bahwa ia melakukan tindak pidana yang membuatnya dihukum itu.
Mengenai ketidaksediaan Baasyir menandatangani perjanjian itu, sejumlah pihak memberikan tanggapannya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan hal itu dapat membuat pemerintah mendapat kesulitan.
Menurutnya, itu merupakan syarat umum yang harus dipenuhi narapidana jika dibebaskan secara bersyarat atau diberikan grasi.
"Kalau tidak memenuhi aspek-aspek hukum tentu yang minimal itu agak sulit juga, nanti kemudian hari orang gugat," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Baca: Politikus PDIP Nilai Wajar Protes Australia Terkait Rencana Pembebasan Abu Bakar Baasyir
Ia mengatakan, pemerintah memang berencana membebaskan Baasyir dengan alasan kemanusiaan.
Hanya, rencana tersebut juga harus didukung dengan terpenuhinya persyaratan umum seperti setia pada Pancasila.
Karena itu, Kalla mengatakan saat ini pemerintah tengah mengkaji aspek hukum hingga persyaratannya.
Ia menambahkan, pemerintah tidak mungkin mengeluarkan aturan khusus untuk satu orang.
Maka dari itu, Baasyir harus memenuhi persyaratan dari pembebasan bersyarat.
"Tentu tidak mungkin satu orang kemudian dibikinkan peraturan untuk satu orang, tidak bisa lah. Harus bersifat umum peraturan itu," lanjut Kalla.
Menteri pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan Baasyir harus mengakui Pancasila jika ingin dibebaskan.
"Iya dong (harus mengakui Pancasila). Kalau tidak numpang saja. Kalau lama bisa diusir," ujarnya, mengutip Antara via Kompas.com, Selasa (22/1/2019).
Baca: Soal Pembebasan Abu Bakar Baasyir, Pengamat Terorisme Soroti Jebakan Politik, Ini Kata Pakar Hukum
Ryamizard berharap Baasyir bisa menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.