RUU Permusikan Tuai Pro-Kontra Musisi Tanah Air, Danilla Riyadi Buat Petisi untuk Menolak
Rancangan Undang-undang Permusikan Tuai Pro dan Kontra musisi Tanah Air. Solois Danilla Riyadi buat petisi #TolakRUUPermusikan.
Penulis: Bunga Pradipta Pertiwi
Editor: Pravitri Retno W
Kondisi sejenis juga terdapat pada Pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik melalui ketentuan yang hanya bisa dijalankan oleh industri besar.
Pasal ini menegasikan praktek distribusi karya musik yang selama ini dilakukan oleh banyak musisi kecil dan mandiri.
Keberpihakan pasal-pasal tersebut lebih mengarah kepada industri musik besar dan memarjinalisasi para pelaku musik skala kecil dan independen.
3. Memaksakan kehendak dan mendiskriminasi.
Kembali kepada bagian uji kompetensi dan sertifikasi dalam RUU Permusikan: kewajiban semua musisi (dan pelaku dunia musik) untuk mengikuti ujian kompetensi sebagai syarat sertifikasi, adalah sebuah pemaksaaan kehendak dan metode diskriminasi yang sangat berbahaya.
Mengenai sertifikasi pekerja musik, hal ini memang berlangsung dan terdapat di banyak Negara.
Namun, tidak ada satupun negara di dunia ini yang mewajibkan semua pelaku musik melakukan uji kompetensi.
Semestinya, sertifikasi itu sifatnya adalah “pilihan” atau “opsional”, dan bukan “pemaksaan”.
Baca: Jerinx SID Perdebatkan RUU Permusikan, Anji Manji Ikut Mengkritisi: Buat Beberapa Musisi Agak Aneh
4. Selanjutnya, mengenai informasi umum dan mengatur hal yang tidak seharusnya diatur.
Kami menemukan banyak sekali pasal redaksional yang tidak memiliki kejelasan tentang “apa yang diatur” dan “siapa yang akan mengatur”.
Misalnya, Pasal 11 dan Pasal 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktekkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya musik.
Pasal-pasal ini tidak memiliki nilai lebih sebagai sebuah pasal dalam peraturan setingkat Undang-undang.
Demikian pula halnya dengan Pasal 13 (tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia).
Penggunaan label berbahasa Indonesia di kancah musik Tanah Air seharusnya tidak perlu diatur.
Musisi, pencipta lagu, pegiat musik, berhak untuk memilih sendiri bahasa yang tepat untuk mengekspresikan apa yang telah mereka buat (berikut rasa tanggungjawab terhadap karya bidang musik yang telah mereka hasilkan).