Tulisan Anggun C Sasmi Tentang Joey Alexander yang Dipuji dan Banyak Cibiran untuk Agnez Mo
Anggun juga membahas pianis jazz belia Joey Alexander, yang menjadi nomine pada dua kategori Grammy Awards 2016, serta Agnez Mo.
Editor: Anita K Wardhani
Arah percakapan yang saya tangkap amat menyudutkan keadaan karirnya, yang mereka anggap stagnan.
Saya lalu membaca beberapa artikel di portal berita yang nadanya sama, menyindir secara terbuka sang diva.
Dasar alasannya pun persis, Agnez Mo dari dulu sangat vokal dengan impiannya mempunyai karir internasional dan mempunyai Grammy Awards, dan setelah bertahun-tahun apa yang diimpikan belum menjelma.
Jika saya mengikuti logika berbagai tulisan itu, kesimpulannya adalah boleh mempunyai mimpi, tetapi harus berhasil.
Saya pikir ini tidak adil sama sekali.
Meraih mimpi itu hal yang sukar, banyak tahap yang harus dilewati, banyak juga faktor yang harus dimiliki, salah satunya adalah faktor keberuntungan.
Joey Alexander sangat beruntung mempunyai bakat yang luar biasa.
Beruntung pula mempunyai orangtua yang percaya dan mendukung bakatnya.
Amat beruntung talentanya ditangkap oleh Herbie Hancock, tokoh jazz terkemuka di dunia.
Joey pun beruntung karena genre musiknya yang bisa dibilang elitis, alias tidak komersial, tidak mengharuskannya untuk masuk dalam format Amerika.
Keberuntungan yang dikombinasi oleh kerja keras dan bakat yang luar biasa itu membawanya hingga ke panggung Grammy Awards.
Kembali ke Agnez Mo dan fenomena Joey Alexander, yang menarik buat saya di sini adalah antara ambisi dan ekspektasi orang Indonesia terhadap seorang artis.
Dalam era social network ini, dunia kita otomatis dipenuhi oleh self-documentation, membiasakan kita untuk selalu berpromosi diri.
Generasi selfie, generasi hashtag, generasi "dear diary" yang dulunya hanya untuk pribadi, sekarang ditujukan ke publik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.