Sutradara Hestu Saputra Boyong Seluruh Kru Film ke Surabaya
Meski dikenal sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta, ternyata tak banyak film yang dibikin di Surabaya.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Meski dikenal sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta, ternyata tak banyak film yang dibikin di Surabaya.
Bahkan sutradara sekelas Hestu Saputra yang sudah sering mendapat penghargaan di ajang perfilman Tanah Air ini mengaku teman-temannya banyak yang gagal saat bikin film di Surabaya.
“Karena tidak pernah dijadikan objek pembuatan film, maka urus perijinan di sini (Surabaya) tidak mudah. Ini yang bikin budget jadi besar,” tutur pria kelahiran 31 Juli 1985 ini.
Meski sempat pesimis, pria asal Yogyakarta ini akhirnya tetap bertekad mewujudkan mimpi sang produser untuk membuat film yang memboyong seluruh tim kreatifnya dari Jakarta ke Surabaya.
“Saya sudah melakukan riset, dan dengan dukungan dari para produser akhirnya saya jadi optimis bisa bikin film di Surabaya,” imbuhnya.
Baca: 1.800 Sosialita Surabaya Kumpul Bareng Artis Ibukota di CWS
Hestu menyatakan, dirinya berusaha merekam sebuah strata masyarakat di Surabaya lewat film tersebut.
“Agar bisa menampilkan kesan mafia dengan benar, maka saya harus bisa omong tentang sebuah ‘negara’ di Surabaya,” tandasnya.
‘Nikmatnya jatuh cinta pada ambisi dan kekuasaan’, itulah tagline yang dipapar di film yang juga melibatkan banyak sosialita Surabaya ini.
“Selama ini banyak teman saya gagal bikin film di Surabaya. Saya membuktikan bisa, dan semoga pula dapat dinikmati masyarakat,” ucapnya.
Untuk menyambut pemutaran film yang bakal dilakukan serentak di seluruh gedung bioskop di Indonesia pada Kamis (30/3) mendatang, pihak produser, Amelia Salim dan Uci Flowdea menggelar gala premier di Studio XXI Ciputra World Surabaya, Sabtu (25/3).
Malam itu, sebelum gala premier terliebih dulu dilakukan 'pesta' yang dihadiri 1.800 sosialita Surabaya yang berbaur bersama para artis pendukung Perfect Dream, antara lain Ferry Salim, Baim Wong, dan Wulan Guritno.
Film yang mengangkat kisah intrik mafia di Surabaya ini juga menampilkan yang sudah tak asing, seperti H Qomar, Hengky Solaiman, dan Popi Solvia.
Ide cerita dari Hestu Saputra dan Sinung Winahyo ini kemudian dijadikan skenario yang ditulis bersama oleh Hestu Saputra, Sinung Winahyoko, Syamsul Hadi, dan Nugie Apri.