Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Hannah Al Rasyid Heran Mengapa Merayakan Hari Kartini dengan Kebaya, Bukan Nilai Perjuangannya

Bagi Hannah Al Rashid (32), masyarakat Indonesia merayakan 'Hari Kartini' hanya sebatas seremonial atau perayaan saja.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Hannah Al Rasyid Heran Mengapa Merayakan Hari Kartini dengan Kebaya, Bukan Nilai Perjuangannya
Tribunnews.com/
Hannah Al rasyid 

TRIBUNNEWS.COM - SETIAP 21 April, Indonesia merayakan 'Hari Kartini' sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa pahlawan wanita Raden Ajeng Kartini.

Dimana pada zamannya, Kartini menjadi salah satu tokoh Jawa yang berhasil menjadi pahlawan Indonesia, atas usahanya sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Namun, bagi aktris Hannah Al Rashid (32), masyarakat Indonesia merayakan 'Hari Kartini' hanya sebatas seremonial atau perayaan saja, namun esensi dari Hari Kartini itu sudah hilang.

"Kalau buat saya sih merasa banyak orang yang sudah tidak punya konsep Kartini yang benar. Saya dari dulu heran, kenapa merayakan kartini menggunakan kebaya. Kayak lo regius Kartini ke baju yang dia pakai? Esensi Kartini sudah banyak masyarakat umum sudah ilang," kata Hannah Al Rasyid kepada Warta Kota(Tribunnews.com Network)

Hal itu ia katakan ketika ditemui disela-sela waktu acara Press Junket 'Jailangkung 2', di Kinosaurus Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (19/4/2018) sore.

"Perayaan Hari Kartini yah dirayakan dengan menggunakan kebaya dan memperingati ibu, padahal kan itu bukan 'values' yang diperjuangkan Kartini pada zamannya," tambahnya.

Wanita kelahiran London, Inggris, 25 Januari 1986 itu mengaku sudah membaca surat yang ditulis oleh Kartini ketika masih berjuang pada zamannya.

Berita Rekomendasi

Ia menjelaskan bahwa RA Kartini merupakan pahlawan revolusioner, yang memperjuangkan kesetaraan gender.

"Setelah membaca surat Kartini gua baru sadar, ini Kartini Revolusioner dan rebel banget loh. Tapi kok belakangan ini merayakan Kartinian kita kayak enggak pernah lihat jiwa revolusioner Kartini aja. Kayak ceremonial aja," ucapnya.

Menurut Hannah, pahlawan yang lahir di Jepara, Hindia Belanda, 21 April 1879 itu merupakan pahlawan revolusioner dan sosoknya sangat menginspiratif.

"Membaca sosok dia (Kartini) ceritanya, semua yang diucapkan dia sangat kontroversial pada zamannya. Jelas-jelas membicarakan kesetaraan gender. Harusnya perempuan bisa mencapai hal yang sama dengan lelaki dan melakukan hal
yang sama dengan lelaki," jelasnya.

"Memang dia benar-benar pejuang kesetaraan Gender yang sesungguh-sungguhnya. Jadi gua berusaha untuk mengenang kartini seperti itu. Bukan hanya ceremonial saja," lanjutnya.

Oleh karena itu, Hannah meminta bagi masyarakat Indonesia yang merayakan Hari Kartini untuk tidak menghilangkan esensi dari sebuah perjuangan seorang Kartini, yang berjuang untuk mengangkat derajat wanita.

"Kartini zaman Soekarno digambarkan sebagai perempuan yang jauh revolusioner. Saat orde baru Kartini dijadikan hanya ceremonial, domesticated, kebaya, perempuan lembut, ibu, dan lain-lain. Menurut gua kalau kita lihat dari tulisannya, dia revolusioner banget," ujar Hannah Al Rasyid.

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas