Baby Blues yang Dialami Ibu di Indonesia Termasuk Tertinggi di Asia, Apa Penyebabnya?
Kepala BKKBN menyampaikan sebanyak 57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) menyoroti fenomena baby blues pasca ibu melahirkan.
Pengetahuan calon orang tua yang minim mengenai proses kehamilan sampai pasca melahirkan, dinilai menjadi faktor penyebabnya.
Baca juga: Karang Cerita Bayinya Hilang Misterius di Cianjur, Alika: Saya Tertekan, Depresi, dan Baby Blues
Dokter Hasto menyampaikan sebanyak 57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues.
"Sebanyak 57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga tertinggi di Asia dengan risiko baby blues terbesar," ungkap dr Hasto pada keterangannya, Selasa (30/1/2024).
Baca juga: BKKBN: 57 Persen Ibu di Indonesia Alami Baby Blues Pascamelahirkan
Hasto mengatakan baby blues adalah keadaan depresi yang bersifat sementara dan biasa dialami oleh kebanyakan ibu melalui proses melahirkan karena adanya perubahan hormon.
Adanya penurunan hormon tertentu dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba akan menurunkan stamina ibu pasca melahirkan.
Konflik batin atas kemampuan seorang perempuan yang baru menjadi ibu mengakibatkan rasa cemas berlebih.
"(Ada) penerimaan dan penolakan terhadap peran baru yang dapat mengakibatkan seorang ibu mengalami baby blues syndrome,"papar Hasto.
Sebab Munculnya Fenomena Baby Blues
Psikolog di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Naftalia Kusumawardhani, S.Psi, M.Si.Psikolog.
Naftalia mengungkapkan seringkali terdapat beban yang dirasakan ibu selama masa kehamilan, khususnya pada kehamilan yang tidak diharapkan.
Baca juga: Buat Skenario Anaknya Seolah Diculik, Ibu di Cianjur Ngaku Terkena Baby Blues hingga Banyak Tekanan
Beban tersebut dapat berasal dari trauma dari pengalaman kesulitan di kehamilan sebelumnya.
Selain itu, adanya konflik keluarga juga dapat membuat masa kehamilan tidak menyenangkan.
"Pengalaman selama hamil dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap bayinya, bahkan berdampak jangka panjang pada sikap anak terhadap kehidupan dan keluarganya, keduanya saling terkait," ungkap Naftalia.