Mengajar Lebih dari Sekadar Olahraga: Courtside Connection Memberikan Harapan
Ishaan Keswani, petenis muda yang menggagas “Courtside Connection”: pelatihan tenis bagi anak-anak yatim piatu.
Editor: Content Writer
Obsesi untuk berbagi manfaat kepada orang lain
Meski telah melewati serangkaian latihan keras dan kerap berlaga di ajang tenis tingkat tinggi, ia tak ingin menyimpan rapat kepiawaian bertenisnya hanya untuk diri sendiri.
Ia berpikir, mengapa tidak bakat ini disalurkan untuk membagi manfaat buat mereka, anak-anak di luar sana, yang terlahir tanpa cukup uang dan kesempatan untuk mencintai tenis seperti dirinya? Ishaan yakin, masih banyak anak di luar sana yang menginginkan apa yang telah ia capai.
Hari demi hari, inspirasi menghantamnya. Dalam perjalanannya pulang-pergi ke sekolah, ia selalu berjalan melewati sebuah yayasan yatim piatu yang sangat sederhana. Namanya, Lestari Sayang Anak.
Awalnya, ia cukup terkesiap dengan kehadiran panti asuhan kecil yang berbagi lingkungan dengan sekolahnya, salah satu lembaga pendidikan internasional paling mewah di Ibu Kota. Baginya, hal ini layaknya menampakkan potret kesenjangan ekonomi yang nyata.
“Saya akui, saya hidup dalam “gelembung” untuk waktu yang begitu lama. Saya ingin menemukan cara kecil untuk membantu anak-anak menemukan tantangan dan kedamaian yang dibawa tenis kepada saya,” cerita Ishaan.
Suatu ketika, Ishaan bertemu dengan apa yang disebutnya “cara kecil” untuk berbagi orang lain.
Saat itu, setelah selesai latihan tenis, ia mampir sebentar ke panti asuhan Lestari Sayang Anak. Saat memasuki yayasan tersebut, ia terkejut dengan betapa hangatnya anak-anak sekaligus para pengurus yayasan menyambut kedatangannya.
Ishaan tak dapat menghapus kesan pertama memandang anak-anak yatim piatu itu. Menurutnya, anak-anak itu telah melewati banyak hal sulit dan terjal (ia menyebut hal-hal sulit itu sebagai “setan-setan langka” yang seharusnya tak dialami anak sekecil itu).
“Saya bisa melihat anak-anak ini melewati saat-saat tersulit, namun mereka berhasil bisa bertahan hidup dengan segala keterbatasannya. Yang paling mengguncang saya adalah kenyataan bahwa setiap anak tampak begitu bahagia, tanpa penyangkalan. Entah bagaimana, saya tahu bahwa saya berada di tempat yang tepat,” ungkap Ishaan.
Ia melanjutkan, “Kemudian, saya berbicara dengan pengelola panti asuhan, Ingrid Van Der Mark, tentang keinginan saya untuk mengajar tenis di sana. Dia sangat menyukai gagasan itu dan dia ingin saya dapat membuat rencana bersama.”
Ishaan awalnya tak dapat memungkiri betapa gugupnya ia meyakinkan para pengurus lembaga mengenai rencananya untuk mengajari anak-anak bermain tenis. Apakah ia yakin? Apakah mereka yakin? Bagaimana cara membayar semua biaya tersebut?
“Tetapi,” lanjut Ishaan, “Saya memutuskan untuk menyingkirkan rasa takut dan intimidasi itu. Jadi, inilah saya saat itu: seorang anak laki-laki berusia 17 tahun, berjalan sendirian dengan penuh percaya diri dan sikap yang benar. Usia tak bisa menghentikan langkah saya. Saya senang Bu Ingrid memahami tekad saya, dan saya sangat bersyukur tidak menyia-nyiakan kesempatan ini!”
Inisiasi “Courtside Connection”: menjadi pelatih sukarela bagi para yatim piatu